Respons Maraknya Pinjol Ilegal, DPD Dorong Dibentuk UU tentang Fintech

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 23 November 2021 21:14 WIB
Denpasar, Monitorindonesia.com - Merespons maraknya pinjaman online (pinjol) illegal yang kian meresahkan, Komite IV DPD RI bertemu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku mitra kerja yang berotoritas mengawasi pinjol, di Denpasar, Bali, Selasa (23/11/2021). Tujuan pertemuan membahas pengawasan terhadap UU No 21 Tahun 2011 tentang OJK dengan fokus penyelenggaraan pengaturan dan pengawasan terhadap lembaga keuangan lainnya seperti pinjaman online yang kian marak. Ke  kantor OJK Bali, Sukiryanto selaku Ketua Komite IV didampingi Darmansyah Husein, Senator asal Bangka Belitung, Novita Annakota, Senator asal Maluku, dan Casytha A Kathmandu, Senator asal Jawa Tengah. Sukiryanto menyampaikan pentingnya pengawasan OJK terhadap keberadaan pinjol. “Pinjol illegal marak dan tumbuh lebih subur dari pinjol legal. Mereka meresahkan sehingga perlu pengawasan yang ketat disertai edukasi literasi keuangan kepada masyarakat,” ujarnya. Ketua Satgas Waspada Investasi dari OJK Pusat, Tongam Lumban Tobing mengatakan sulitnya menumpas pinjol illegal karena operatornya berada di luar negeri. “Server ada di luar negeri sehingga sulit dimatikan, dan ini membuat satgas berkejaran dengan pelaku pinjol illegal,” ungkap Tobing. Dia juga mengungkap maraknya pinjol illegal bermunculan disebabkan aturan kemudahan perizinan berusaha melalui OSS (online single submission). Dalam tanggapannya, Senator Jambi, Elviana mengkritisi OJK yang melakukan tindakan setelah ada kejadian. “Rata-rata OJK masuk setelah ada kejadian, ini menunjukkan keseriusan OJK mengedukasi masyarakat masih lemah,” ujar Elviana. Senator Sulawesi Tengah, Muhammad J Wartabone juga memandang penting edukasi keuangan bagi masyarakat. “Kondisi ekonomi saat ini memang menjadi pendorong maraknya pinjol,” ungkap Amirul Tamim, Senator asal Sulawesi Tenggara. Dia juga meminta apa pandangan kepada OJK terkait Bumdes yang bisa difungsikan sebagai penyedia dana untuk mencegah munculnya pinjol illegal. “Bagaimana jika kita perkuat Bumdes menjadi seperti peer to peer lending. Apakah RUU Bumdes memungkinkan didorong untuk peningkatan pelayanannya?” tanya dia. Sedangkan Ajbar, Senator asal Sulawesi Barat menanyakan kepada OJK, “Apakah ada jalan bagi Pemda untuk menyediakan dana bagi masyarakat guna meminimalisir pinjol? Dimungkinkankah Bumdes dijadikan lembaga seperti pinjol?” tanya Ajbar. Darmansyah meminta kepada OJK agar daftar nama pinjol illegal dan pelaku yang tertangkap dipublikasikan agar diketahui masyarakat luas. “Yang terpenting terkait pinjol yang marak ini adalah harus ada aturan yang lebih detail sehingga perlu ada UU fintech,” kata Darmansyah. Edukasi keuangan Menanggapi DPD, Giri Tribroto sepakat bahwa OJK harus terus melakukan edukasi tentang literasi keuangan. Giri juga ungkapkan di Bali, OJK telah melakukan edukasi melalui radio minimal 3 kali sehari di 9 radio. Giri juga sepakat jika Bumdes dapat berperan sebagaimana pinjol di desa, namun menurutnya hal ini perlu koordinasi dengan Kementerian Keuangan. Tanggapan juga disampaikan Irjen Pol Suharyono selaku penyidik utama di Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan (DPJK). “Kasus pinjol illegal merupakan ranah Bareskrim, bukan ranah DPJK karena masuk dalam pidana umum,” ungkapnya. Kabar baik datang dari Dinas Koperasi & UMKM Provinsi Bali. UMKM di Bali yang sebelum covid berjumlah 327.112 justru naik menjadi 412.000. “Banyaknya sektor bisnis yang tutup akibat covid, menyebabkan banyak pegawai yang PHK beralih menjadi pelaku UMKM, sehingga jumlahnya meningkat,” ungkap I Wayan Mardiana dari Dinkop UMKM Bali. Namun kabar buruknya adalah bahwa produk hasil UMKM tersebut tidak terpasarkan dengan baik karena masih sepinya wisatawan. “Mohon UMKM kami dibantu untuk pemasaran di luar Bali,” pinta Wayan Mardiana. Di akhir rapat, Senator Gorontalo yang juga Wakil Ketua MPR RI, Fadel Muhammad menyampaikan bahwa banyaknya pinjol yang bermunculan mengindikasikan bahwa negeri ini masih butuh instrument pinjaman bagi rakyat. “Manfaat pinjol lebih besar dari mudharatnya. Harus diatur agar tidak menyengsarakan rakyat. Karena itu perlu ada UU fintech untuk kontrol yang lebih tegas bagi pinjol,” pungkas Fadel.