Australia Desak Indonesia Terus Awasi Umar Patek Usai Bebas Bersyarat

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 9 Desember 2022 10:12 WIB
Jakarta, MI - Wakil Perdana Menteri Australia Richard Marles mendesak Indonesia, untuk terus memantau Umar Patek di bawah "pengawasan konstan". "Kami akan terus membuat representasi untuk memastikan bahwa Umar Patek terus diawasi," katanya kepada ABC seperti dikutip dari Channelnewsasia, Jumat (9/12). "Saya pikir ini akan menjadi hari yang sangat sulit bagi banyak warga Australia," lanjutnya. Desakan ini disampaikan usai Patek mendapat pembebasan bersyarat dari Lapas Kelas I Surabaya, Rabu (7/12) lalu. Adapun Perdana Menteri Australia Anthony Albanese pada bulan Agustus lalu mengatakan, dia hanya "menghina" tindakan Patek. Ia mengatakan bahwa pembebasan yang dini akan menimbulkan trauma bagi keluarga korban bom Bali. Diberitakan sebelumnya, narapidana terorisme bom Bali I, Hisyam bin Alizein alias Umar Patek kini dinyatakan bebas bersyarat dari Lapas Kelas I Surabaya, Rabu (7/12). Meski demikian, Patek masih akan menjalani program bimbingan hingga 29 April 2030. “Apabila sampai pada masa itu terjadi pelanggaran, hak bersyaratnya dicabut,” kata Koordinator Humas dan Protokol Ditjenpas Kemenkumham, Rika Aprianti dalam keterangannya. Rika menjelaskan program Pembebasan Bersyarat itu merupakan hak bersyarat seluruh narapidana yang telah memenuhi persyaratan administratif dan substantif. Persyaratan itu meliputi sudah menjalankan 2/3 masa pidana, berkelakuan baik, telah mengikuti program pembinaan dan telah menunjukkan penurunan risiko seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. “Persyaratan khusus yang telah dipenuhi oleh Umar Patek adalah telah mengikuti program pembinaan deradikalisasi dan telah berikrar setia NKRI,” kata Rika. Tidak hanya itu, Rika mengatakan bahwa pemberian pembebasan bersyarat kepada Umar Patek juga direkomendasikan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), serta Detasemen Khusus 88 (Densus 88). Umar Patek merupakan salah satu dari beberapa orang yang terlibat serangan bom di Bali pada 12 Oktober 2002, yang menewaskan sebanyak 202 orang. Adapun 88 warga yang tewas dalam insiden itu adalah warga Australia.