Komnas HAM Terima Aduan 3 BUMN Jual Senjata ke Junta Militer Myanmar

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 4 Oktober 2023 19:59 WIB
Jakarta, MI - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menerima aduan terkait tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjual senjata secara ilegal kepada junta militer Myanmar. Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan mengatakan, aduan itu diterima pada Selasa (3/10) sore. Ia menyebut aduan itu masih dianalisis dan ditelaah. "Baru terima kemarin sore. Komnas HAM belum bisa mengambil sikap, (masih) menunggu telaah bagian pengaduan sesuai prosedurnya," kata Hari, Rabu (4/10). Sementara itu, Kementerian Luar Negeri RI menyatakan bakal menyelidiki dugaan transaksi jual beli senjata dari Indonesia ke Myanmar. Adapun laporan dugaan transaksi jual beli senjata tersebut berasal dari sejumlah penggiat Hak Asasi Manusia (HAM) kepada Komnas HAM. "Kami masih mempelajari laporan ini," kata Juru Bicara Kemenlu RI, Lalu Muhammad Iqbal kepada wartawan, Rabu (4/10). Iqbal pun tak banyak berkomentar terkait hal tersebut. Sebab, laporan yang masuk masih terus dipelajari. Dikutip dari Reuters, para penggiat HAM mendesak Indonesia untuk menyelidiki dugaan penjualan senjata oleh tiga perusahaan BUMN ke Myanmar. Tiga BUMN itu yakni PT PINDAD, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia (Persero). Sejumlah penggiat HAM melalui kuasa hukumnya, Feri Amsari, juga telah mengajukan pengaduan ke Komnas HAM terkait dugaan tersebut, pada Senin (2/10). Menurut mereka, desakan diperlukan mengingat Indonesia telah berusaha mendorong rekonsiliasi untuk Myanmar. Organisasi yang mengajukan pengaduan tersebut mencakup dua organisasi Myanmar, yaitu Chin Human Rights Organisation dan Myanmar Accountability Project, serta mantan jaksa agung dan aktivis HAM Indonesia Marzuki Darusman. Dalam pengaduannya, mereka menuduh bahwa produsen senjata negara Indonesia PT Pindad, pembuat kapal negara PT PAL dan perusahaan dirgantara PT Dirgantara Indonesia telah memasok peralatan ke Myanmar melalui perusahaan Myanmar bernama True North, yang menurut mereka dimiliki oleh putra seorang menteri di Myanmar. Para aktivis mengatakan Myanmar telah membeli berbagai barang dari perusahaan tersebut, termasuk pistol, senapan serbu, dan kendaraan tempur. Pelapor khusus PBB untuk Myanmar melaporkan pada bulan Mei bahwa militer Myanmar telah mengimpor senjata dan material terkait senilai setidaknya $1 miliar sejak kudeta, sebagian besar dari Rusia, Tiongkok, Singapura, Thailand, dan India. Diketahui, situasi di Myanmar menjadi tidak kondusif usai junta militer mengkudeta pemerintahan pada 1 Februari 2021 lalu. Junta militer menculik Presiden Myanmar Win Myint hingga penasihat negara sekaligus ketua Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) Aung San Suu Kyi. Karena kudeta tersebut, warga di Myanmar akhirnya melakukan demo besar-besaran menolak junta militer. Namun, junta militer menggunakan kekerasan untuk melawan warga.