Pengelolaan Dana Triliunan Rupiah di BPDPKS Jadi Sorotan

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 13 April 2025 16:28 WIB
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)

Jakarta, MI- Pengelolaan dana yang dihimpun melalui pungutan ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi sorotan.

Sekertaris Pendiri Indonesia Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus menilai pengelolaan dana di BPDPKS terlihat menyimpang dari tujuan awal dibentuknya badan tersebut untuk mensejahterakan petani sawit.

Menurutnya, sebagian besar dari dana yang dikelola justru digunakan untuk mensubsidi korporasi sawit raksasa. Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang telah dimandatkan pada awal pembentukan. 

Berdasarkan audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilakukan dalam rentan waktu 2016 hingga 2018 menunjukan sejumlah permasalahan serius terkait pengelolaan dana di BPDPKS.

Diantaranya, ada sekitar 90 persen dana BPDPKS yang digunakan untuk subsidi biodisel tanpa adanya kajian ekonomi yang memadai. Sementara hanya sedikit dana yang dialokasikan untuk program peremajaan sawit rakyat (PSR).

Tak hanya itu, penyaluran dana untuk lahan sawit pada kawasan hutan tanpa adanya bukti legilitas dari lahan tersebut juga menjadi suatu polemik yang serius.

BPK juga menemukan tidak adanya standar yang akuntable terkait dengan penetapan tarif pungutan ekspor CPO berserta turunannya tersebut. Sistem pencatatan daftar penerima PSR pun banyak yang tumpang tindih, fiktif dan tidak terverivikasi.

“Semua ini bukan sekadar kesalahan administrasi. Ini adalah sinyal bahaya terhadap tata kelola dana publik,” tegas Iskandar.

Kelemahan dari sistem pengelolan BPDPKS berdasarkan temuan BPK ini sangat berpotensi menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara.

Fakta di Lapangan:

Dengan adanya BPDPKS diharapkan dapat mendorong kemajuan industri sawit rakyat. Namun nyatanya, produksivitas dari sawit rakyat mengalami stagnan atau hanya bergerak ditempat tanpa adanya kemajuan yang signifikan.

Disisi lain, justru korporasi-korporasi sawit dengan sekala besarlah yang tanpa rasa malu menikmati subsidi dengan nilai triliunan rupiah dari negara setiap tahunya.

Merespon temuan BPK pada pengelolaan dana publik di BPDPKS ini, IAW mendsak agar BPK, KPK, dan PPATK melakukan audit investigasi terkait moratorium penyaluran dana dan melakukan tindakan reformasi hukum serta kelembagaan BPDPKS.

IAW juga meminta transparansi dari daftar penerima manfaat yang bertujuan untuk mencegah penyimpangan lanjutan pada pengeolaan sistem pencatatan penerima PSR.

Iskandar menegaskan, jika tidak dilakukan reformasi sturktural, maka BPDKPS hanya akan menjadi mesin uang bagi korporasi-korporasi sawit besar yang dibungkus dengan jargon kesejahterahan petani.

“Dana publik bisa saja sah secara hukum, tapi tetap bermasalah secara moral dan etika. Tanpa reformasi struktural, BPDPKS hanya akan menjadi ATM bagi korporasi sawit yang dibungkus jargon kesejahteraan petani,” tandasnya.

Topik:

BPDPKS Pengelolaan Dana BPDPKS IAW Iskandar Sitorus