Profil 4 Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 8 Juni 2025 09:17 WIB
Penambangan Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya (Foto: Instagram)
Penambangan Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya (Foto: Instagram)

Jakarta, MI - Postingan Greenpeace Indonesia pada 31 Mei 2025 tentang kondisi terbaru Raja Ampat, masih menjadi sorotan publik.

Sebab, Organisasi pemerhati lingkungan tersebut menyinggung tambang nikel di Raja Ampat yang telah merusak keindahan pulau.

"Surga terakhir Indonesia yang bernama Raja Ampat itu kini berada dalam ancaman keserakahan industri nikel dan hilirisasinya yang digadang-gadang pemerintah," tulis Greenpeace Indonesia.

Aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, diduga mengakibatkan kerusakan. Fenomena ini menarik perhatian masyarakat dan memunculkan tagar selamatkan Raja Ampat.

Data dari Kementerian Lingkungan Hidup, menunjukkan adanya berbagai pelanggaran serius terhadap regulasi lingkungan dan pengelolaan pulau kecil, yang berkaitan dengan kegiatan penambangan nikel di Raja Ampat, dan sedang mengevaluasi Persetujuan Lingkungan sejumlah perusahaan.

“Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi. KLH/BPLH tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan,” kata Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq di Jakarta, dikutip Minggu (8/6/2025).

KLH menemukan empat perusahaan pertambangan nikel di Raja Ampat. Berdasarkan pengawasan yang dilakukan dari 26 hingga 31 Mei 2025, keempat perusahaan tersebut diduga melakukan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil.

Ia juga menyatakan, bahwa prinsip keberlanjutan dan kehati-hatian akan menjadi dasar, untuk penindakan terhadap pelanggaran ini. 

Langkah ini dilakukan, sebagai bagian dari upaya penegakan hukum dan perlindungan lingkungan hidup di pulau-pulau kecil dan pesisir, yang memiliki nilai ekologis signifikan.

Perusahaan yang menjadi objek pengawasan adalah PT GN, PT KSM, PT ASP dan PT MRP, yang semuanya telah mendapatkan izin untuk usaha pertambangan. 

Namun, hanya PT GN, PT KSM, dan PT ASP yang telah memperoleh Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Hasil dari pengawasan mengindikasikan adanya sejumlah pelanggaran berat, terkait dengan peraturan lingkungan dan pengelolaan pulau kecil.

Daftar perusahaan tambang nikel di Raja Ampat berdasarkan rilis KLH:

1. PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP)

Perusahaan penanaman modal asing asal Tiongkok. Melakukan pertambangan nikel seluas 746 hektar di Pulau Manuran yang tergolong pulau kecil. Pertambangan dilakukan tanpa sistem manajemen lingkungan dan pengelolaan limbah air larian.

2. PT Gag Nikel (PT GN)

Anak perusahaan PT Antam memiliki konsesi sebanyak 13.136 ha (6.060 ha darat, 7.076 ha) di Pulau Gag. Pulau ini sendiri memiliki luas 6.500 ha.

3. PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP)

PT MRP mendapat konsesi sebesar 2.194 ha dari Pulau Manyaifun dan Batang Pele. Keberadaan perusahaan ini mengancam pariwisata juga perikanan.

4. PT Kawei Sejahtera Minimg (PT KSM)

Membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) seluas 5 hektare di Pulau Kawe.

Sementara itu, KLH menekankan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 turut memperkuat kebijakan pelarangan aktivitas tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil.

MK menilai bahwa kegiatan tambang di wilayah tersebut berisiko menimbulkan kerusakan permanen yang tidak bisa diperbaiki, melanggar prinsip pencegahan bahaya lingkungan dan keadilan antargenerasi.

"Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen menindak tegas seluruh bentuk pelanggaran yang membahayakan lingkungan dan masa depan wilayah pesisir Indonesia," terang KLH.

Topik:

Raja Ampat Tambang Nikel Perusahaan Tambang Nikel Raja Ampat