Puluhan Warga Garut Keracunan Sate Jebred, 3 Orang Meninggal

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 13 Oktober 2023 09:32 WIB
Jakarta, MI - Puluhan warga di Kabupaten Garut, Jawa Barat, menjadi korban keracunan sate jebred atau satai kulit. Total ada 52 orang yang menjadi korban keracunan tersebut, dengan tiga di antaranya meninggal dunia. Adapun dari 52 korban itu, beberapa di antaranya berasal dari Kabupaten Tasikmalaya. Rinciannya, 41 orang dari Kecamatan Cilawu, di mana 11 orang sempat menjalani rawat inap, 28 orang rawat jalan dan dua orang meninggal dunia. Sementara, korban dari Kecamatan Cigalontang, Kabupaten Tasikmalaya, jumlahnya ada 11 orang, dengan rincian satu orang menjalani rawat inap, sembilan orang rawat jalan dan satu orang meninggal dunia. "Masih muda ya orang yang meninggal ini, tidak ada keluhan penyakit apa-apa, cuma ya itu terasa seperti mual, muntah, dia pusing, lemas, dan dibawa ke sebuah rumah sakit, dan itu meninggal di sana," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) pada Dinkes Kabupaten Garut, Asep Surachman, Kamis (12/10). Dikatakan Asep, pihaknya kini melakukan skrining masyarakat di Kecamatan Cilawu untuk mendeteksi dini apakah keracunan sate jebred atau tidak. Menurut Asep, jika menunjukkan gejala sakit dan ada riwayat mengonsumsi sate tersebut maka secepatnya dilakukan penangan medis. "Benar-benar dia punya riwayat makanan tertentu, yang diduga menyebabkan keracunan, itu kita masukkan ke laporan baru, penambahan kasus," kata Asep. Ia pun mengimbau masyarakat yang mengeluhkan sakit dan menunjukkan gejala keracunan seperti mual, pusing, dan muntah-muntah segera datang ke tempat fasilitas pelayanan kesehatan. "Dugaan keracunan makanan, kita masukkan, kalau dia enggak punya riwayat makan apa-apa, dengan yang diduga selama ini, makanan itu, kita keluarkan (bukan korban keracunan)," ujarnya. Sementara terkait hasil laboratorium pemeriksaan sampel makanan dan muntahan dalam kasus keracunan makanan itu, belum dapat diketahui. Menurut Asep, prosesnya membutuhkan waktu cukup lama yakni paling cepat sepekan. Lebih lanjut, Asep mengatakan, uji laboratorium itu tidak hanya dilakukan oleh Dinkes Garut, tapi juga oleh Kepolisian Resor Garut yang melakukan pengujian ke Pusat Laboratorium Mabes Polri. "Mana yang lebih cepat, itu yang akan salah satu indikasi dari mana-mananya, penyebabnya," ucapnya.