Upaya Tertibkan Lahan Didemo Perhutani: Cita-cita Kami Mulia dan Berpegang Pada Regulasi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 31 Oktober 2023 22:03 WIB
Aksi demo ratusan petani Serikat Petani Jawa Selatan Menggugat (SPJSM) di Kantor Perum Perhutani KPH Blitar (Foto: MI/JK)
Aksi demo ratusan petani Serikat Petani Jawa Selatan Menggugat (SPJSM) di Kantor Perum Perhutani KPH Blitar (Foto: MI/JK)

Blitar, MI - Penertiban tebu liar yang masuk di kawasan hutan Perum Perhutani KPH Blitar mendapat reaksi dari para petani. Meski dulu sempat mendapatkan dukungan, namun upaya mengembalikan ekosistem hutan itu, justru mendapatkan penolakan dari para petani.

Ratusan petani yang berasal dari berbagai daerah yang tergabung dalam Serikat Petani Jawa Selatan Menggugat (SPJSM) melakukan aksi demo di kantor Perum Perhutani KPH Blitar, Kejaksaan serta DPRD Kabupaten Blitar, pada Selasa (31/10).

Mereka menuntut kejelasan kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDK).

 SPJSM juga mendesak penegakan hukum terhadap mafia hutan dan tanah.

“Kita laporkan kepada Pak Jokowi, akan kita laporkan Kementerian, KPK dan lagi ini juga ada bukti sejak beberapa tahun yang lalu ini sudah ada tambak-tambak udang liar,” kata koordinator SPJSM M Trianto.

Menurutnya, hutan lindung tidak boleh dialihfungsikan sembarangan. Pengelolaan hutan juga harus mematuhi aturan hukum yang berlaku.

Untuk itu, pihaknya mendesak aparat penegak hukum untuk memanggil pemilik modal yang telah menggunakan hutan lindung sejak lama. Trianto merasa mereka belum pernah dipanggil sama sekali.

Menanggapi hal itu, ADM Perhutani KPH Blitar Muklisin, mengatakan penertiban tebu liar yang dilakukan oleh Perum Perhutani Blitar ini, merupakan upaya untuk menyelamatkan uang negara dan ekosistem hutan. 

“Dan awalnya mendukung kalau sekarang berubah 'no comment', Dan cita-cita kami mulia dan kami berpegang pada aturan yang ditetapkan pemerintah, hutan lestari masyarakat sejahtera," katanya. 

Pihaknya juga menyebut, bahwa kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDK) yang belum berizin masih menjadi tanggung jawabnya. Menurutnya KHDK sudah sudah tertuang dalam aturan yang berlaku.

“Pada titik-titik KHDPK, sebelum ada ijin itu masih menjadi tanggung jawab Perhutani. Karena apa, saat ada kebakaran, banjir, illegal logging, Perhutani lah yang dicari lebih dulu,” terangnya.

Dirinya mengajak semua elemen untuk mengembalikan fungsi hutan seperti sediakala. Agar banjir yang biasa terjadi di Sutojayan, Kabupaten Blitar dan sekitarnya bisa dimitigasi.

“Kemudian, kedua agar tidak ada yang namanya apa itu upaya perluasan garapan yang tidak sesuai dengan ketentuan, dan kami bekerjasama dengan Kejaksaan tidak ada upaya untuk menakut-nakuti, tapi adalah salah satu upaya untuk penertiban penerimaan negara bukan pajak (PNBB)," ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri (Kejari) Blitar Syahrir Sagir menyampaikan, apabila pihaknya sudah menjalin kerjasama dengan Perum Perhutani sejak Mei 2023.

Kerjasama itu terkait upaya untuk menanganinya pendampingan hukum maupun tindakan hukum lainnya yang berkaitan dengan hutan.

“Kita sudah melakukan sosialisasi-sosialisasi, dan saat ini kita sudah mulai pemanggilan terhadap penunggak-menunggak penerimaan negara bukan pajak (PNBB) yang belum terbayar maupun profit sharing kepada Perhutani,” katanya. 

Sebagai informasi, diketahui hutan seluas 11.610 hektar di wilayah Blitar kini telah beralih fungsi menjadi lahan tebu liar.

Akibat alih fungsi lahan tersebut negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp 38 miliar.

 Dari situlah Perum Perhutani Blitar berupaya untuk mengajak para penggarap lahan kehutanan untuk melakukan perjanjian kerja sama (PKS).

Sistem perjanjian kerjas ama ini sebetulnya juga ringan dan memberikan peluang kepada petani untuk tetap bisa menanam tebu di kawasan hutan produktif.

Sistem bagi hasil di perjanjian kerjasama ini yakni 10 persen untuk Negara, sementara 90 persen dari penjualan hasil panen tebu akan dimiliki oleh petani. (JK)