Pemprov Malut dan Mediasi Setengah Hati

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 16 April 2025 11:50 WIB
Foto bersama Wagub Sarbin Sehe bersama dengan karyawan NHM usai rapat di kantor gubernur Malut (Foto: MI/Rais Dero)
Foto bersama Wagub Sarbin Sehe bersama dengan karyawan NHM usai rapat di kantor gubernur Malut (Foto: MI/Rais Dero)

Sofifi, MI – Masalah yang melibatkan eks-karyawan dan karyawan aktif PT Nusa Halmahera Minerals (NHM) terkait tunggakan hak-hak buruh yang belum dibayar oleh pihak perusahaan masih menjadi perhatian serius Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara. 

Wakil Gubernur Maluku Utara, Sarbin Sehe, menegaskan komitmen Pemprov Malut untuk terus memfasilitasi proses mediasi antara karyawan dan pihak manajemen NHM agar persoalan ini dapat diselesaikan dengan cara yang adil dan sesuai dengan regulasi yang ada.

Sarbin menyampaikan hal tersebut setelah memimpin rapat mediasi yang digelar di Kantor Gubernur Malut di Sofifi, pada Selasa (15/4/2025). Rapat ini dihadiri oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Malut, perwakilan karyawan NHM, serta pihak-pihak terkait lainnya. 

Mediasi ini merupakan kelanjutan dari pertemuan sebelumnya yang dilakukan di Ternate, yang mengupayakan penyelesaian masalah hak-hak buruh yang belum dilunasi.

Dalam pertemuan tersebut, Sarbin mengungkapkan bahwa peran Pemprov Malut adalah sebagai mediator yang netral, untuk memastikan bahwa kedua belah pihak—karyawan dan perusahaan—mendapatkan hak mereka sesuai dengan aturan yang berlaku. 

Ia menegaskan bahwa Pemprov Malut tidak berpihak kepada salah satu pihak, namun berusaha untuk mencarikan solusi terbaik.

“Pemerintah dari awal sudah menyampaikan bahwa posisinya netral. Karyawan dan perusahaan adalah dua pihak yang kami jembatani. Jadi kami akan tetap melakukan mediasi untuk menemukan solusi terbaik karena segala sesuatu ada aturannya, ada regulasinya,” ujar Sarbin dengan tegas.

Sarbin juga menambahkan bahwa meskipun Pemprov Malut berkomitmen untuk memfasilitasi mediasi yang adil, jika proses tersebut menemui jalan buntu dan tidak ada penyelesaian, maka pihak pekerja berhak untuk membawa masalah ini ke jalur hukum.

“Kalau mediasi buntu, tentu sebagai warga negara mereka berhak membawa persoalan ini ke pengadilan. Kami tidak membatasi itu,” jelasnya.

Abednego Lasa, Koordinator Gerakan Pekerja Lingkar Tambang, yang turut hadir dalam mediasi tersebut, tidak menahan kekecewaannya terhadap pihak manajemen NHM yang dinilai lambat dalam menyelesaikan kewajiban pembayaran hak-hak pekerja. 

Dalam pertemuan tersebut, Abednego menyampaikan bahwa sejumlah pekerja mengalami tunggakan hak-hak yang sangat bervariasi, mulai dari gaji yang belum dibayar hingga tunjangan hari raya (THR) yang belum dipenuhi.

“Tunggakan itu sangat variatif, ada yang Rp60 juta, Rp70 juta, bahkan lebih dari Rp100 juta. Belum lagi masalah THR yang belum dibayar,” ungkap Abednego, seraya menambahkan bahwa THR tahun 2023 baru dibayar sekitar 50 persen. 

Sedangkan untuk THR 2024 dan 2025, tidak ada kejelasan kapan akan dibayar. Gaji untuk bulan Januari hingga Maret 2025 juga belum dibayarkan, bahkan tunjangan akhir tahun 2024 masih terkatung-katung.

Abednego menambahkan bahwa masalah ini sudah berlarut-larut, dan pihak pekerja sudah berusaha membangun komunikasi dengan pihak manajemen. Namun upaya tersebut tampaknya sia-sia, karena pihak perusahaan tidak menanggapi dengan serius. 

Mereka sudah mengirimkan surat kepada manajemen pada 18 Maret, namun janji untuk melakukan pertemuan bipartit yang dijadwalkan pada 21 Maret batal tanpa pemberitahuan.

“Kami sudah layangkan surat sejak 18 Maret, dan sempat dijanjikan akan ada bipartit tanggal 21, tapi saat kami datang, pihak manajemen tidak hadir. Ini yang membuat kami kecewa dan melakukan aksi pada Senin berikutnya,” terang Abednego.

Meski demikian, Abednego memberikan apresiasi terhadap respons cepat yang diberikan oleh Pemprov Malut, yang dinilai jauh lebih cekatan dibandingkan dengan pemerintah kabupaten.

“Respon cepat dari Pemprov Malut lebih cekatan dibanding kabupaten. Untuk itu kami juga sedang menjajaki proses tripartit dengan pemerintah kabupaten sebagai bentuk penghormatan terhadap proses hukum yang berlaku,” ujar Abednego.

Sarbin Sehe dalam kesempatan itu juga menyatakan bahwa pertemuan tersebut masih belum mencapai kesimpulan yang memadai, namun pihak Pemprov Malut akan terus mengupayakan agar masalah ini segera mendapatkan penyelesaian yang tuntas. 

Pada pertemuan lanjutan yang dijadwalkan, Pemprov Malut akan menghadirkan perwakilan serikat pekerja untuk berdialog langsung dengan pihak manajemen NHM. 

Sarbin berharap dengan melibatkan serikat pekerja dalam proses mediasi, akan ada kesepakatan yang lebih terkoordinasi.

“Nanti ada jadwal selanjutnya, kita pertemukan mereka dengan serikat dulu. Kalau serikat sudah memberikan jaminan bahwa masalah ini mereka ambil alih dan akan menyelesaikannya bersama perusahaan, maka tidak perlu lagi ada pertemuan-pertemuan berikut,” jelasnya.

Sarbin juga menambahkan bahwa salah satu topik yang akan dibahas dalam pertemuan selanjutnya adalah terkait pembayaran THR yang belum dilunasi. 

Meski demikian, Sarbin menegaskan bahwa Pemprov Malut tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi, karena itu merupakan wewenang pihak yang berwenang. Pemprov hanya dapat memberikan teguran administratif kepada pihak perusahaan.

“Pemerintah tidak bisa menghukum. Kita hanya bisa memberikan teguran. Tapi kami serius menangani ini. Kalau kami lalai, tidak mungkin kami panggil mereka ke sini,” kata Sarbin.

Salah satu hal yang menjadi perhatian publik adalah apakah Presiden Direktur NHM, Haji Robert Nitiyudo Wachjo, akan hadir dalam pertemuan mediasi mendatang. 

Menurut Sarbin, Pemprov Malut sudah mengirimkan undangan kepada Haji Robert, namun hingga saat ini belum ada kepastian apakah dia akan hadir atau tidak.

“Kita sudah mengundang. Kalau beliau belum sempat hadir, itu soal lain. Tapi pihak manajemennya sudah kita undang,” ujar Sarbin.

Sarbin tetap optimis bahwa meskipun Haji Robert belum hadir, pertemuan mediasi ini tetap akan berlangsung dengan efektif, selama pihak manajemen NHM hadir untuk memberikan solusi kepada karyawan.

“Pemerintah posisinya tetap sebagai mediator. Kalau dalam proses mediasi hak-haknya bisa dibayarkan, itu sudah tujuan dari pekerja. Tapi kalau tidak bisa, yah bisa saja berkelanjutan ke pengadilan,” pungkasnya.

Meskipun proses mediasi masih panjang, para pekerja NHM menyampaikan dukungannya terhadap langkah cepat Pemprov Malut. 

Mereka berharap mediasi yang difasilitasi oleh Pemprov dapat membuka jalan penyelesaian masalah ini dengan baik. 

Abednego Lasa menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan hanya untuk segelintir orang, tetapi untuk ribuan pekerja NHM yang masih menunggu keadilan.

“Jumlah total pekerja saat ini masih di atas 2.000 orang, sementara sebelumnya bisa mencapai lebih dari 4.000 pekerja. Jadi perjuangan ini adalah perjuangan untuk ribuan orang,” ujar Abednego dengan penuh harapan.

Ia menambahkan bahwa pihaknya tidak hanya menginginkan pembayaran hak-hak buruh, tetapi juga transparansi dalam kebijakan yang diambil oleh serikat pekerja. 

Ia berharap ke depan ada koordinasi yang lebih baik antara serikat pekerja dan anggota untuk memastikan tidak ada kebijakan yang merugikan buruh.

“Kami sangat bersyukur atas pertemuan atau mediasi yang dilakukan oleh Pemprov dalam hal ini oleh Pak Wagub. Kami berharap mediasi ini bisa menemukan titik terang yang baik,” tutup Abednego. (Rais Dero)

Topik:

Pemprov Malut