Ada Apa dengan PDIP? Bobby Nasution, Budiman Sudjatmiko sampai Maruarar Sirait, Brain Drain?

Andre Vincent Wenas, Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis Perspektif (LKSP) Jakarta

Ade Armando mengabarkan lewat akun X-nya, bahwa PDIP terus memaksanya untuk bayar sejumlah Rp 201 miliar kepada mereka. Kita tahu bahwa PDIP menuntut Ade Armando gegara tayangannya di akun YouTube yang mengatakan bahwa pemirsanya mesti kritis terhadap pemberitaan. Tidak menelan mentah-mentah.
Anehnya, Ade Armando dipersoalan justru saat sedang membela PDIP supaya tidak didiskreditkan oleh pemberitaan yang bilang bahwa “Ibu Megawati marah-marah”. Ade Armando minta supaya publik tidak gampang percaya, mesti kritislah.
Katanya gegara itu elektabilitas PDIP anjlok. Aneh memang, dibela kok malah dituntut. Segitu saktinyakah Ade Armando sampai bisa menurunkan elektabilitas sebuah partai politik besar?
Mungkin PDIP bisa memberikan klarifikasi. Tapi sayang Yasona Laoly dan Hasto Krstiyanto tidak pernah hadir dalam sidang mediasi yang sudah diselenggarakan beberapa kali. Ada apa dengan PDIP?
Sebelumnya Bobby Nasution (kakak ipar Kaesang, Ketum PSI) dipecat dari PDIP, kabarnya lantaran ia mendukung kakak iparnya, Gibran Rakabuming Raka yang juga kader PDIP yang jadi cawapres pasangan Prabowo Subianto. Sedangkan PDIP sendiri mengusung paslon lainnya. Ada apa dengan PDIP?
Brain drain? Sebelumnya Budiman Sudajatmiko dan yang paling mutakhir adalah Maruarar Sirait. Dipecat atau mundur (mengundurkan diri) dari PDIP. Dipecat dengan alasan tertentu atau mengundurdan diri dengan alasan tertentu pula. Intinya terjadi ‘brain drain’.
Dari awal PDIP dianggap ingin ‘meng-kooptasi’ relawan, dengan alasan semua mesti mendaftarkan diri. Alasannya supaya tertib dan katanya supaya bisa dapat bantuan manakala diperlukan, entah bantuan apa.
Saat itu memang PDIP sedang menjadi ‘front-runner’ di setiap polling. Sehingga mungkin merasa di atas angin dan merasa bisa mendikte relawan.
PSI pun tidak dianggap dan diremehkan, parpol kecil yang dianggap cuma jadi kerikil di dalam sepatu. Bahkan menurut informasi ordal, PSI sempat mau “dimatikan” oleh “oknum” pada saat verifikasi faktual sebagai prasyarat peserta pemilu 2024.
Tapi peta politik berubah dengan cepat akibat perilaku politik elit PDIP sendiri. Perbedaan pandangan dan strategi politik antara Megawati versus Jokowi nampaknya menjadi alasan “retak”nya hubungan keduanya.
Singkat cerita, Megawati merasa PDIP sebagai partai penguasa ingin meng-hegemoni papan catur perpolitikan nasional. Sedangkan Jokowi ingin mengakomodasi kekuatan-kekuatan riil politik yang ada di kancah. Sebisa mungkin terjalin “kerja sama” politik untuk meneruskan program pembangunan yang sudah dan sedang berjalan.
Berkali-kali Jokowi menekankan pentingnya kesadaran bersama tentang “window-of-opportunity” Indonesia yang terbuka di tiga masa kepemimpinan ke depan. Jangan sampai jendela kesempatan itu terbuang percuma gegara ambisi primordialistik.
Perjalanan menuju (sampai terjadinya) konstelasi politik “Prabowo-Gibran” bukanlah cerita yang sederhana. Ini adalah resultan dari tegangan berbagai aras kepentingan hasil negosiasi elit perpolitikan negeri.
Perbincangan seputar wacana “Prabowo-Ganjar” di tengah sawah habis dipatuk burung liar. Lalu wacana “Prabowo-MrX” (Erick atau Airlangga atau Zulhas atau mungkin Cak Imin waktu itu pun pupus). Sampai akhirnya konsensus disepakatilah Gibran yang bisa mempersatukan.
Yang ingin disampaikan, dari sejak awal Jokowi ingin mempersatukan kekuatan riil yang ada demi keberlanjutan pembangunan. Tapi partner separtainya kok malah menolak dan melepeh kekuatan riil yang eksis di blantika politik nasional? Ada ada dengan PDIP?
Topik:
pdip maruarar-sirait bobby-nasution budiman-sudjatmikoOpini Sebelumnya
Kemungkinan Prabowo-Gibran Menang Satu Putaran
Opini Selanjutnya
Usulan Program Para Capres-Cawapres, Antara Jamsos dan Bansos
Opini Terkait

Puan Maharani Menangis Usai Suaminya Ditangkap Kejagung Hoaks, Ini Kasus Korupsi Menyeret Nama Happy Hapsoro
29 September 2025 14:16 WIB

Viral Ucapan Mau Rampok Uang Negara, Harta Anggota DPRD Gorontalo Wahyudin Minus Rp2 Juta
20 September 2025 15:37 WIB

Mabuk Sambil Berkendara, Anggota DPRD Gorontalo Ngoceh Mau Rampok Uang Negara
20 September 2025 13:05 WIB

Kata Menkeu Purbaya Rakyat Sejahtera dalam 10 Bulan Pemerintahan Prabowo, Anak Buah Megawati: Aku yang Gila atau Dia yang Agak Laen?
11 September 2025 11:08 WIB