Demokrat Nilai Kebijakan JHT Cacat Logika dan Tidak Adil

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 20 Februari 2022 15:57 WIB
Monitorindonesia.com - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Aliyah Mustika Ilham, menilai Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 terkait jaminan hari tua (JHT) cacat logika bahkan tidak adil bagi para pekerja. Politikus Demokrat ini, meminta kebijakan tersebut agar dicabut karena dianggap tak logis. ''Ya, karena ada aturan yang cacat logika dan tidak adil, di situ,'' kata Aliyah kepada wartawan, Minggu (20/2/2022). Tak hanya itu, ia juga menilai kebijakan tersebut adalah kebijakan yang otoriter. Karena menurutnya, JHT itu merupakan hak pekerja yang tak boleh ditunda. "Anggaran JHT kan bukan dari APBN, itu diambil langsung dari uang pekerja. JHT kepentingan pekerja dan tidak terkait langsung dengan pemerintah," ungkap dia. JHT dinilai sangat berguna bagi pekerja, terutama saat kehilangan pekerjaan. Pekerja bisa tetap produktif membuka usaha baru dengan memanfaatkan program BPJS Ketenagakerjaan tersebut. Menurut Aliyah, tidak semua perekonomian orang kehilangan pekerjaan dalam kondisi baik. Apalagi saat pandemi seperti sekarang. ''Masak iya sih, mendesaknya sekarang ketika dia misalnya seseorang di-PHK di usia 40-an, tapi JHT-nya baru bisa cair setelah usia 56 tahun? Kan aneh,’’ sebut dia. Aliyah pun mengatakan Fraksi Demokrat tegas menolak aturan tersebut. Dia tak ingin aturan itu diterapkan karena sangat merugikan buruh. ''Kami tegas, sikap kami sama, kami akan berdiri bersama rakyat saat menghadapi aturan atau kebijakan yang tidak logis seperti ini," ujar dia. Diketahui, baru-baru ini pemerintah mengeluarkan dua kebijakan yang mendapat sorotan tajam dari berbagai kelompok masyarakat. Pertama, pemerintah dalam hal ini Kemenaker mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2/2022 tentang waktu pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT). Kedua, pemerintah dalam hal ini Kementerian ATR/BPN mulai 1 Maret 2022 kartu BPJS Kesehatan harus dilampirkan sebagai syarat pendaftaran hak atas tanah atau satuan rumah susun yang diperoleh dari jual beli. Kebijakan tersebut sesuai Surat Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian ATR/BPN Nomor HR.02/153-400/II/2022. (Aswan)