PPATK Beberkan Modus Dana Ilegal yang Menyusup di Momen Pemilu

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 15 April 2022 15:31 WIB
Jakarta, MI - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana membeberkan modus dana ilegal yang menyusup di momen Pemilihan Umum. Modus tersebut berupa rekening kampanye bagi pasangan calon. Menurut Ivan, yang menjadi persoalan dari rekening dana kampanye dan patut diduga ada praktik pidana di dalamnya adalah ketika rekening dana kampanye tersebut muncul bukan di massa kampanye atau jauh sebelum kampanye dilangsungkan. "Rekening itu justru muncul menjelang pencoblosan," kata Ivan di kutip pada, Jum'at (15/4). Persiapan dana kampanye seyogyanya dipersiapkan jauh-jauh hari oleh kandidat atau partai politik, mulai dari enam bulan bahkan tahunan. "Jadi kampanye beli kaos dan lain sebagainya itu pakai dana apa?" ujar Ivan. Guna menjaga akuntabilitas Pemilu 2024, Ivan menambahkan, pihaknya telah bekerjasama dengan KPU dan Bawaslu dan lembaga terkait lainnya dalam satuan tugas atau satgas, guna memonitor lalu lintas uang yang masuk dalam rekening kampanye. "Antisipasinya sejak sekarang, kami sudah memiliki database political person dan ada jutaan nama di dalamnya. Kami amati dan sistem yang akan mengidentifikasi apakah terdapat transaksi mencurigakan di dalamnya," beber Ivan. Terkait mekanisme kerja satgas tersebut, Ivan mengatakan bahwa tim tersebut menggunakan pola khusus dalam memonitor transaksi keuangan Pemilu. "Integritas dan akuntabilitas tim terjaga," kata Ivan. PPATK terus meningkatkan kualitas Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan terkait dengan tindak pidana pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. Hal ini bertujuan untukmeningkatkan penerimaan negara melalui optimalisasi pemulihan aset (asset recovery) dan penyelamatan keuangan negara. Menurut Ivan, ke depan PPATK akan memperkuat kualitas hasil analisis dan hasil pemeriksaan atas aliran dana transaksi keuangan untuk meningkatkan kontribusi terhadap pemasukan keuangan negara baik dalam bentuk denda maupun uang pengganti kerugian negara. Dia mencontohkan selama periode 2018–2020, PPATK turut membantu penerimaan negara melalui pemanfaatan Hasil Pemeriksaan yaitu denda sejumlah Rp 10,85 miliar, Uang Pengganti Kerugian Negara senilai Rp 17,38 triliun, dan sejumlah aset yang telah disita. “Ke depan PPATK akan semakin memperkuat kualitas Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan sehingga berkontribusi lebih besar dalam optimalisasi keuangan negara baik melalui denda maupun uang pengganti kerugian negara,” ujarnya. Ivan menjelaskan, beberapa hasil analisis dan hasil pemeriksaan lembaga independen ini telah ditindaklanjuti penegak hukum dan dalam proses persidangan. "Sehingga koordinasi PPATK dengan penegak hukum terus dilakukan agar hasil pemeriksaan dapat ditindaklanjuti untuk kepentingan penegakan hukum," tutupnya. (La Aswan)

Topik:

PPATK