Tanggapi Pernyataan Mahfud MD Soal LGBT, PKS: Indonesia Tak Menganut Kebebasan Tanpa Batas

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 14 Mei 2022 20:05 WIB
Jakarta, MI - Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menanggapi pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD yang menyatakan bahwa pemerintah tidak bisa menjerat pelaku LGBT karena tidak adanya hukum yang mengaturnya. Bagaimana tidak, Mahfud MD mengatakan demokrasi harus diatur dengan hukum (nomokrasi), sementara LGBT dan penyiarannya itu belum diatur oleh hukum (sehingga) bukan menjadi kasus hukum. Dengan begitu, menurut Jazuli, negara tidak bisa melepaskan tanggung jawab untuk menjaga moralitas masyarakat dan menjaga ketertiban umum. Argumentasi kekosongan hukum atau alasan kebebasan, demokrasi, dan hak asasi dari Menko Polhukam Mahfud MD, kata dia, tidak bisa digunakan untuk membiarkan perilaku yang jelas-jelas menyimpang di masyarakat. “Tidak adanya aturan hukum yang menjerat pelaku/perilaku LGBT justru menjadi tugas negara untuk mengaturnya demi menegakkan moralitas dan ketertiban umum karena demikianlah fungsi utama dari hukum,” ujar Jazuli di Jakarta, dikutip pada Sabtu (14/5). Atas dasar itu, lanjut Jazuli, beberapa waktu yang lalu Fraksi PKS menolak disahkannya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) karena tidak komprehensif melarang segala bentuk tindak pidana kesusilaan termasuk LGBT dan perzinahan. Fraksi PKS menginginkan agar RUU TPKS disahkan bersamaan dengan revisi KUHP yang menegaskan larangan LGBT dan perzinahan karena fenomenanya sudah meresahkan dan mengancam moralitas dan ketertiban masyarakat. Pasalnya, negara memiliki kewajiban untuk menegakkan hukum, negara memiliki tanggung jawab menjaga moralitas masyarakat dan ketertiban umum. Anggota Komisi I DPR itu menegaskan Gerakan dan paham LGBT sering mendasarkan diri pada HAM dan masalah privat, padahal dalam konteks Indonesia hak asasi dibatasi oleh undang-undang yang menimbang nilai moral agama dan budaya. “Negara tidak menganut kebebasan yang tanpa batas. Hal itu jelas merupakan amanat UUD 1945 yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila. Pasal 28 J menegaskan bahwa kebebasan individu diikat oleh nilai-nilai Pancasila dan dibatasi oleh undang-undang, dalam rangka menghormati hak orang lain, pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum,” terang Jazuli. Oleh karena itu, lanjut Anggota DPR Dapil Banten itu, bagi masyarakat Indonesia LGBT bukan masalah perbedaan orientasi seksual seperti yang didengungkan para aktivis HAM yang mendukungnya tetapi merupakan penyimpangan seksual yang melanggar nilai Pancasila, moral agama, dan budaya luhur bangsa. “Hubungan diantara pelaku LGBT juga melanggar UU Perkawinan bahwa perkawinan yang sah harus diantara beda jenis, antara laki-laki dan perempuan,” tegasnya. Hal itu, lanjutnya, sesuai tuntunan agama, untuk menjaga keturunan, dan kemaslahatan masyarakat, bangsa, dan negara.”Kita juga punya UU ITE yang mengatur konten media sosial tidak boleh bermuatan pornografi/pornoaksi, tidak boleh berisi hal-hal yang meresahkan, serta melanggar norma dan etika masyarakat,” ungkap Jazuli. Dia menilai di sinilah negara harus hadir mengingatkan, mengedukasi, hingga mengambil tindakan tegas sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945 serta perintah undang-undang. Jazuli menambahkan negara harus bergandengan tangan dengan elemen masyarakat seperti tokoh masyarakat, ulama, pendidik, public figure, dan lainnya untuk memberi pesan kuat bahwa LGBT adalah masalah serius yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. “Sebaliknya, jangan sampai justru ada kesan permisif dan apologetik,” pungkas Jazuli. (La Aswan)

Topik:

LGBT