Bisakah Golkar Mengejar Suara Gerindra dan PDI Perjuangan di Pemilu 2024?

John Oktaveri
John Oktaveri
Diperbarui 31 Oktober 2022 19:16 WIB
Jakarta, MI - Belum bersatunya struktur dan kader Partai Golkar terkait pencapresan Airlangga Hartarto membuat partai tersebut sulit untuk meningkatkan posisinya untuk mengalahkan Partai Gerindra dan PDI Perjuangan berdasarkan berbagai hasil survey. Sebelumnya, survei SMRC menyatakan bahwa dibanding hasil Pemilu 2019, dukungan kepada PDI Perjuangan melompat naik dari 19,3% menjadi 24% dan Partai Gerindra naik dari 12,6% menjadi 13,4%. Sedangkan Partai Golkar menurun dari 12,3% menjadi 8,5%. Menurut Direktur Eksekutif Para Syndicate, Ari Nurcahyo, turunnya elektabilitas Partai Golkar disebabkan oleh mesin partai yang masih bekerja setengah hati. Faksi-faksi internal partai dinilai belum solid dalam mengusung Ketua Umum Airlangga Hartarto sebagai capres dari partai berlambang pohon beringin itu. "Mesin partai setengah hati dalam pencapresan Airlangga dan soliditas menjadi persoalan utama di internal Golkar sebab banyaknya faksi," ujarnya, Senin (31/10). Menurutnya, soliditas di internal partai Golkar berbeda dengan PDIP yang dinilai tegak lurus pada keputusan partai. Selain itu, menurunnya elektabilitas Golkar juga disebabkan oleh ketokohan Airlangga yang cenderung susah naik. "Kedua, ketokohan Airlangga agak susah untuk mengangkat. Mengapa? Justru itu berangkat dari soliditas. Kalau semua mengangkat pasti akan naik," kata Ari. Dia mencontohkan pada fase awal elektabilitas Airlangga lebih tinggi dari Puan Maharani. Tapi sekarang, secara ketokohan Puan sedikit lebih tinggi karena struktur dan kader PDIP serius untuk mengangkat Puan, katanya. "Jadi berbeda secara diametral antara soliditas PDIP dan Golkar," tambah Ari. Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Presidential Studies, Nyarwi Ahmad mengatakan Partai Golkar perlu memiliki strategi yang tepat menjelang Pemilu 2024. Menurutnya, dengan kekuatan kader muda yang mereka punya, elite yang dikenal publik serta kemampuan sumber daya, bisa membawa elektabilitas Golkar lebih lagi. “Butuh orang orang yang bisa memformulasikan strategi itu tepat dengan, bisa mengerti sense elektoral market lebih baik, saya kira itu penting," katanya. Sebelumnya dalam survei SMRC, disebutkan Partai Golkar masih berada dalam tiga besar parpol di Indonesia. Namun tantangannya ada pada karakteristik pemilih Golkar yang rentan. Golkar disebut harus bekerja keras untuk menjaga pemilihnya dari sasaran mobilisasi partai lain menjelang pemilu. “Kalau kita lihat aspek fluktuasi akan selalu terjadi. Di banyak data survei ada partai yang tingkat elektabilitasnya lebih rendah dari suara aktual pada Pemilu. Karena yang dilihat bukan lagi parpol tetapi sosok,” sebut Nyarwi yang juga dosen di Universitas Gajah Mada tersebut. Dia menambahkan bahwa sosok atau figur menjadi penting bagi calon pemilih. Karena itu Golkar juga harus bekerja keras membuat elite mereka semakin dikenal publik. Terlebih kaum muda, yang menjadi mayoritas pemilih pada 2024.