Masinton PDIP Usul Hak Angket MK, Politisi Golkar: Bikin Gaduh Suasana Politik Jelang Pilpres 2024

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 31 Oktober 2023 15:26 WIB
Politisi muda Partai Golongan Karya (Golkar) Ahmad Irawan (Foto: Dok MI)
Politisi muda Partai Golongan Karya (Golkar) Ahmad Irawan (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Politisi muda Partai Golongan Karya (Golkar) Ahmad Irawan menilai manuver politisi PDIP Masinton Pasaribu yang mengusulkan penggunaan hak angket DPR RI terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan syarat capres dan cawapres hanya membuat gaduh suasana politik jelang pemilihan presiden (Pilpres) 2024. 

"Usulan Masinton Pasaribu yang disampaikan itu anya akan memperkeruh suasana dan kontraproduktif dengan keinginan kita untuk melaksanakan pemilu yang jujur dan adil yang tersisa 105 hari lagi," ujar Ahmad kepada wartawan, Selasa (31/10).

Prasangka (Pre Judice) terhadap lembaga MK dan Presiden, menurut Ahmad itu tidak baik. Bahkan, menurut  calon legislatif (Caleg) Partai Golkar dari Dapil Jatim V ini hal itu juga melanggar prinsip hubungan antar lembaga negara yang harus saling menghormati, check and balance. 

"Sebaiknya Masinton Pasaribu menghormati putusan MK yang sifatnya akhir dan mengikat (final and binding). Apalagi proses pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik sedang dijalankan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK)," ungkapnya.

Alumnus Universitas Muhammadiyah Malang itu pun menduga Masinton mungkin tidak updated atau lupa bahwa penggunaan hak angket hanya bisa digunakan dan ditujukan kepada lembaga eksekutif. 

"Hal mana hak angket (right to investigate) DPR RI tidak bisa digunakan untuk menyelidiki kekuasaan kehakiman seperti Mahkamah Konstitusi atau tidak kepada lembaga yang menjalankan fungsi terkait dengan kekuasaan kehakiman (fungsi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan)," lanjutnya.

Untuk itu, mantan Bendahara Umum (Bendum) Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) ini meminta agar Masinton melihat putusan Mahkamah Konstitusi ketika menguji norma hak angket sebagaimana tertuang dalam Putusan MK Nomor 36/PUU-XV/2017. "Sehingga usulan Pak Masinton tidak perlu ditindaklanjuti karena tidak sesuai dengan prinsip negara hukum (rule of law)," tegasnya.

Sebelumnya, Masinton Pasaribu mengusulkan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK). Politisi PDIP itu mengungkit putusan MK soal syarat capres dan cawapres dalam pertimbangan usulan angket tersebut. 

"Hukum dasar konstitusi adalah roh dan jiwa semangat sebuah bangsa, tapi apa hari ini yang terjadi? Kita malah mengalami satu tragedi konstitusi pasca terjadinya keputusan MK 16 Oktober lalu. Ya, (keputusan MK) itu adalah tirani konstitusi," kata Masinton di tengah Rapat Paripurna DPR di Gedung Nusantara II MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (31/10). 

Masinton mengatakan interupsinya kali ini tidak ada sangkut pautnya dengan pasangan capres-cawapres. Dia mengklaim tidak berdiri di atas kepentingan partai politik terkait protesnya ini. 

"Saya berdiri di sini bukan atas kepentingan partai politik. Saya tidak bicara tentang calon presiden Saudara Anies dan Saudara Muhaimin Iskandar. Saya tidak bicara tentang Pak Ganjar dan Prof Mahfud," ungkapnya.

Masinton juga mengatakan dirinya tak sedang membicarakan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming. Namun dia tak menyebutkan nama Gibran. 

"Saya juga tidak bicara tentang Pak Prabowo beserta pasangannya," lanjut legislator PDIP ini. 

Berkaitan dengan itu, Masinton mengajukan hak angket DPR terhadap Mahkamah Konstitusi. "Kita harus menggunakan hak konstitusional yang dimiliki oleh lembaga DPR ibu ketua saya Masinton Pasaribu anggota DPR RI daerah pemilihan DKI Jakarta II, mengajukan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi," tandas Masinton. (An)