Survei Kerap Berbeda, Komunikolog: Bongkar Sumber Pendanaan, Metodologi dan Kuesionernya!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 Desember 2023 14:28 WIB
komunikolog dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing (Foto: Istimewa)
komunikolog dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Menguak dugaan tidak transparan dari lembaga survei mengenai sumber pendanaan yang merupakan bagian dari transparansi dan mempengaruhi tingkat keterpercayaan publik. 

Saat ini sejumlah lembaga survei mulai beterbaran dan sering merilis temuan surveinya berkaitan dengan elektabilitas calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) jelang pemilihan umum (pemilu) 2024.

Tidak hanya lembaga survei yang telah berpengalaman pada pemilu sebelumnya, juga ada beberapa lembaga survei baru yang muncul. 

Teranyar, ada perbedaan mencolok hasil surveinya meski dilakukan dalam waktu yang berdekatan. Adalah survei CSIS menyebutkan paslon Prabowo-Gibran unggul 43,7%, Anies-Muhaimin 26.1% dan Ganjar-Mahfud 19.4%.  Dan survei Indikator Politik yang menyebutkan elektabilitas Prabowo-Gibran 46,7 Persen, Ganjar-Mahfud 24,5 Persen, Anies-Muhaimin 21 Persen. 

Berangkat dari hal itu, komunikolog dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menegaskan hasil survei tidak bisa dijadikan acuan untuk mengambil keputusan dalam Pemilu 2024 mendatang.

Maka dari itu, sepanjang lembaga survei tidak terbuka soal pendanaannya, maka tegas Emrus meminta publik tidak tergiring opini dan bersikap kritis.

"Jangan langsung terima hasil survei. Bongkar sumber pendanaan, bongkar metodologinya, termasuk kuesionernya," kata Emrus kepada wartawan dikutip pada Jum'at (29/12).

Menurut Emrus, metodologi survei yang digunakan lembaga survei harus didiskusikan lebih lanjut. Selain metodologi, Emrus juga menilai sangat dinamis jika pertanyaan survei yang berbunyi "kalau andaikan pemilu hari ini". 

Emrus pun membeberkan contoh pilkada yang justru dimenangkan oleh paslon dengan elektabilitas rendah dan tidak diunggulkan. "Coba cek beberapa pilkada yang justru dimenangkan kandidat dengan elektabilitas rendah," ungkapnya.

Adapun hal yang tak lupa disoroti Emrus adalah pertarungan antara para pasangan capres-cawapres dalam pemilu 2024 belum dimulai, akan tetapi sudah sudah ada hasil survei yang menyebutkan elektabiltasnya tinggi.

Dengan fenomena tersebut, Emrus meyakini Pilpres 2024 akan berlangsung dua putaran. Namun dia berharap pula kepada tiga kandidat capres-cawapres dan para timnya besikap transparan. "Silakan berjuang, para tim sukses, rangkul rakyat, dekati rakyat, kasih program yang rasional yang operasional. Misalnya sumber pendanaannya dari mana? Masuk akal gak?" tutup Emrus.