Soal Penganiayaan Relawan, DPR: Jangan Tarik TNI ke Dalam Persaingan Politik

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 2 Januari 2024 15:14 WIB
Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid (Foto: MI/Dhanis)
Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid, meminta semua pihak untuk mempercayakan kepada TNI dalam menangani kasus penganiayaan yang dilakukan oleh oknum TNI kepada relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali, Jawa Tengah.

Menurutnya, TNI tidak perlu ditarik-tarik ke dalam konteks persaingan Pilpres dan tak perlu meragukan netralitas TNI. 

"Seharusnya kita percayakan ini pada proses hukum yang ada. TNI adalah lembaga yang netral, tidak perlu menarik-narik TNI ke dalam persaingan politik. Jangan semua-semua ditarik ke dalam isu netralitas TNI," kata Meutya Hafid kepada wartawan di Jakarta, Selasa (2/1). 

Kata Meutya, jika terjadi pelanggaran dan kekerasan di lapangan, maka perlu diusut dan ditindak tegas dengan hukum yang berlaku. Tak terkecuali jika hal itu dilakukan oleh oknum TNI ataupun simpatisan partai politik. 

"Jika ada oknum yang melanggar, silakan diproses dengan tegas, baik dari pihak TNI maupun dari pihak pengendara jika terbukti melanggar peraturan. Ini harus ditindak dengan hukum yang berlaku, sehingga terang benderang. Jadi tidak perlu ditarik ke ranah politik yang rentan kepentingan," tegasnya.

Untuk itu, ia meminta kepada semua pihak untuk tidak menaruh rasa curiga terhadap TNI. Apalagi kata dia, TNI selalu memegang rekor tingkat kepercayaan publik tertinggi dibanding lembaga negara lainnya berdasarkan data berbagai lembaga survei.

"Sebagai contoh, survei yang dilakukan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada rentang 13-18 Desember 2023 menempatkan TNI di tingkat teratas dengan presentase kepercayaan publik mencapai 91,2 persen," 

"TNI adalah kebanggan masyarakat kita, dari berbagai survei terbukti bisa dipercaya oleh publik. Mari kita pisahkan antara kepentingan politik dan proses hukum, antara oknum dan institusi. Sayang sekali jika TNI sampai dibawa-bawa ke dalam isu politik praktis." tutup Meutya (DI)