Masih Duduk di Kabinet, Mahfud Tak Pantas Kritik Pemerintah!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 23 Januari 2024 18:10 WIB
Fahri Hamzah (Foto: Dok MI)
Fahri Hamzah (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Juru Bicara (Jubir) Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Fahri Hamzah menilai Mahfud Md yang kini menjadi calon wakil presiden (cawapres) 2024 tak pantas mengkitik pemerintah saat ini.

Pasalnya, kata Fahri, Mahfud Md hingga saat ini masih menjadi pembantu Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Adalah sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam).

Hal itu ia ungkapkan merespons tudingan Mahfud yang menyebut ada aparat penegak hukum, hingga pejabat yang memberikan backup kepada tambang ilegal, saat debat cawapres, Minggu (22/1) kemarin.

"Tak pantas lah (Mahfud) mengkritik pemerintahan, kalau masih duduk di kabinet," ujar Fahri Hamzah, Selasa (23/1).

Fahri yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia itu mengatakan, kalau memang ada aparat penegak hukum, hingga pejabat menjadi backing tambang ilegal, adalah kesalahan Mahfud, sebagai Menko Polhukam.

"Itu salahnya Pak Mahfud semua ya, dia Menkonya, artinya dia nggak mengerjakan apa yang diomongkan, dia emang Menkonya. Jadi, Pak Mahfud enggak bisa ngeritik pemerintah, di bidang Polhukam itu urusannya dia," tambah Fahri.

Karenanya, Fahri pun menyarankan Mahfud sebaiknya keluar dari pemerintahan, jika tidak sesuai keinginannya. Namun sayangnya, ia menyebut Mahfud MD hingga kini masih menikmati fasilitas negara sebagai Menko Polhukam.

"Kan udah saya bilang dari awal, kalau dia mau keluar dari Pak Jokowi. Karena kabinet ini brengsek." 

"Saya mau menegakkan hukum tapi saya dihambat oleh presiden, ngomong gitu dong. Dia (Mahfud MD) masih menikmati itu juga di dalam, enggak boleh ya," imbuhnya.

Diketahui, bahwa Mahfud MD dalam debat menyatakan tidak mudah bagi pemerintah buat menyelesaikan sengketa tanah adat dan kegiatan pertambangan ilegal.

Berdasarkan rekapitulasi yang dibuat oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), dari 10.000 pengaduan itu 2587 adalah kasus tanah adat.

"Jadi ini memang masalah besar di negeri ini. Ada orang yang mengatakan aturannya kan sudah ada, tinggal laksanakan, enggak semudah itu. Justru ini aparatnya yang tidak mau melaksanakan aturan. Akalnya banyak sekali," kata Mahfud.

Lantas Mahfud kemudian bercerita bahwa ada banyak pemalsuan tanah izin tambang yang izinnya dicabut oleh Mahkamah Agung (MA), tapi tidak dilaksanakan.