Mahfud Md Ungkit Mahkamah Kalkulator

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 27 Maret 2024 19:54 WIB
Mahfud Md menyampaikan pengantar dalam sidang pemeriksaan pendahuluan PHPU Pilpres 2024 di MK, Rabu (27/3/2024).
Mahfud Md menyampaikan pengantar dalam sidang pemeriksaan pendahuluan PHPU Pilpres 2024 di MK, Rabu (27/3/2024).

Jakarta, MI - Saat memberikan sambutan pada sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 di MK, Rabu (27/3/2024), calon wakil presiden (Cawapres) nomor urut 03 Mahfud MD mengungkit Yusril Ihza Mahendra saat ikut menjadi Ahli pada sengketa hasil Pemilu 2014 dan bersaksi di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Mahaguru Hukum Tata Negara Prof Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa penilaian atas proses Pemilu yang bukan hanya pada angka harus dilakukan MK," ujar Mahfud.

Pandangan ini, lanjut mantan Ketua MK itu, bukan pandangan lama melainkan pandangan yang selalu baru yang justru terus berkembang. 

"Menjadikan MK hanya sekedar Mahkamah Kalkulator itulah yang justru merupakan pandangan lama yang sudah diperbarui,” kata Mahfud.

Menurut mantan Menkopolhukam itu, bahwa di berbagai negara judicial activism banyak dilakukan oleh MK maupun Mahkamah Agung atas terjadinya kesalahan dan kecurangan oleh penyelenggara pemilu. 

Beberapa negara yang hasil pemilunya pernah dibatalkan oleh Mahkamah, misalnya Austria, Ukraina, Bolivia, Kenya, Malawi, dan Thailand. MK Belarusia dinilai sebagai a sham institution atau institusi pengadilan palsu karena diintervensi oleh pemerintah.
 
“Kami tahu, sungguh berat bagi MK dalam sengketa hasil pemilu ini. Pastilah selalu ada yang datang kepada para hakim yang mendorong agar permohonan ini ditolak dan ada pula yang datang yang meminta agar MK mengabulkannya".

"Saya memaklumi, tidak mudah bagi para hakim untuk menyelesaikan perang batin itu dengan baik,” kata Mahfud.

Menurut Mahfud, MK dapat mengambil langkah penting untuk menyelamatkan masa depan demokrasi dan hukum di Indonesia. "Jangan sampai timbul persepsi bahkan kebiasaan bahwa pemilu hanya bisa dimenangkan oleh yang punya kekuasaan atau yang dekat dengan pemegang kekuasaan dan punya uang berlimpah," beber Mahfud.

Jika ini dibiarkan terjadi, keberadaban Indonesia menjadi mundur. Dengan begitu, Mahfud berharap agar Majelis Hakim MK dapat bekerja dengan independen, penuh martabat, dan penghormatan. 

“Bagi kami yang penting bukan siapa menang atau kalah melainkan edukasi kepada bangsa ini untuk menyelamatkan masa depan Indonesia dengan peradaban yang lebih maju melalui, antara lain, berhukum dengan elemen dasar sukmanya yakni keadilan substantif, moral, dan etika,” tandasnya.