Sederet Perbedaan Pemilu 2024 dengan Pemilu 2019

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 14 Februari 2024 05:13 WIB
Ilustrasi - Surat Suara Pemilihan Umum (Pemilu) (Foto: Ist)
Ilustrasi - Surat Suara Pemilihan Umum (Pemilu) (Foto: Ist)

PEMILIHAN UMUM 2024 akan diikuti oleh 18 partai politik, lebih sedikit dari pemilu sebelumnya yang lolos sebagai peserta, dan kemungkinan diwarnai pertarungan tiga bakal capres-cawapres. Dalam pemilu sebelumnya, ada 19 partai menjadi peserta.

KPU menetapkan 204,8 juta daftar pemilih tetap pada Pemilu 2024, sekitar 114 juta orang Indonesia yang berhak mencoblos tahun depan berusia di bawah 40 tahun. Artinya nasib Indonesia, setidaknya dalam lima tahun ke depan, ditentukan oleh pemilih muda yang mendominasi pemilu.

Dari jumlah itu, lebih dari 68 juta adalah kaum milenial yang lahir antara awal 1980-an dan pertengahan 1990-an.

Sebanyak 46 juta sisanya adalah anggota dari apa yang disebut Generasi Z, lahir antara pertengahan 1990-an hingga dekade pertama milenium ini, sebagian dari mereka adalah pemilih pemula.

Pemilu kali ini akan menjadi pertama kalinya warga Indonesia menyaksikan lebih banyak Gen Z  kelompok demografis yang secara luas dianggap apatis secara politik  terlibat dalam pemilu. Karena jumlah pemilih muda sangat besar, partai politik dan kandidat potensial mulai menerapkan strategi media sosial untuk menarik mereka.

Dikutip dari laman KPU, partai nasional yang menjadi peserta Pemilu 2024 meliputi PKB, Gerindra, PDIP, Golkar, NasDem, Partai Buruh, Gelora, PKS, PKN. Selanjutnya ada Hanura, Garuda, PAN, PBB, Demokrat, PSI, Perindo, PPP, dan Partai Ummat. 

KPU turut mengonfirmasi beberapa partai lokal Aceh yang menjadi peserta Pemilu 2024. Partai-partai lokal itu adalah Partai Nangroe Aceh, Partai Generasi Atjeh Beusaboh Tha'at Dan Taqwa, Partai Darul Aceh, Partai Aceh, Partai Adil Sejahtera Aceh, Partai Soliditas Independent Rakyat Aceh.

Terkiat pilpres, setidaknya ada tiga pasangan capres dan cawapres telah mendaftar ke KPU untuk bertarung dalam Pilpres 2024 adalah pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, nomor urut 01, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, nomor urut 02 dan  Ganjar Pranowo-Mahfud MD, nomor urut 03.

Masing-masing tokoh terbaik ini memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta, Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB. Partai pengusungnya adalah Partai Nasdem Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sementara partai pendukung yaitu Partai Ummat

Lalu, Prabowo Subianto mantan jenderal TNI AD (Letnan Jenderal) yang juga saat ini Menteri Pertahanan (Menhan) RI, Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Solo. Empat partai parlemen mendukungnya, yaitu Gerindra, Golkar, Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Lalu ada Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), Partai Garda Republik Indonesia (Garuda), Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Kemudian, Ganjar Pranowo mantan Gubernur Jawa Tengah (Jateng), sementara Mahfud Md mantan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) dan juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Perindo dan Partai Hanura.

Jauh sekali perbedaannya dengan Pilpres 2019. Bahwa saat itu Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno melawan petahana Joko Widodo yang kala itu didampingi oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin. Jokowi-Ma'ruf diusung sembilan parpol dalam Koalisi Indonesia Kerja (PDIP, Golkar, PKB, NasDem, PPP, Hanura, Perindo, PKPI dan PSI).

Sementara Prabowo-Sandiaga diusung lima parpol di Koalisi Indonesia Adil Makmur (Gerindra, PKS, PAN, Demokrat, dan Partai Berkarya).

Hasilnya, Jokowi-Ma'ruf menang dengan 55,50% total suara sah nasional, sementara Prabowo-Sandi 44,50%. Total suara sah saat itu tercatat sebanyak 154.257.601.

Di parlemen, koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf menguasai 60,69% atau 349 kursi, yang didapatkan dari perolehan suara untuk PDIP, Golkar, PKB, Nasdem dan PPP. Koalisi Prabowo-Sandi mendapatkan 39,30% atau 226 kursi, masing-masing dari Gerindra, PKS, Demokrat, dan PAN.

Partai Gerindra kemudian merapat ke pemerintah, kala Presiden Joko Widodo memberikan kursi menteri pertahanan kepada Prabowo.

Sebagian orang menyambut langkah ini sebagai rekonsiliasi politik yang bisa mengurangi polarisasi di masyarakat. Tapi sebagian lainnya menilai 'koalisi gemuk' yang Jokowi dipandang menjadi 'sinyal negatif' bagi demokrasi. Indonesia, menyusul latar belakang Prabowo dalam tragedi 1998.

Perbedaan Pemilu 2019 dan 2024 adalah sebagai berikut;

Pemilu 2019 dilakukan hanya untuk memilih Presiden DPR, DPD, DPDR provinsi dan kabupaten/kota secara serentak. Pelaksanaan Pilkada digelar pada tahun berikutnya.

Sementara pada Pemilu 2024, Pilkada akan diselenggarakan di tahun yang sama. Pilkada direncanakan akan dilaksanakan pada 27 November 2024 mendatang.

Para pasangan Capres dan Cawapres pada Pemilu 2019 tidak berada dalam pemerintahan yang sedang berjalan. Sehingga, iklim politik menjadi ikut panas saat itu.

Saat ini Pemilu 2024 menghadirkan profil pasangan Capres dan Cawapres yang seluruhnya menjabat dalam pemerintahan, baik pusat maupun daerah. Situasi ini membuat intensitas ketegangan politik tidak setinggi pada Pemilu sebelumnya.

Pada Pemilu 2019, proses pendaftaran hingga verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu dilakukan oleh KPU provinsi, dan kabupaten/kota.

Hal ini berbeda pada Pemilu 2024, proses pendaftaran hingga verifikasi dilakukan langung di KPU RI. Proses tersebut dapat dilakukan oleh KPU provinsi, dan kabupaten/kota hanya berdasarkan perintah KPU RI.

Pada peraturan Pemilu 2019, calon kepala daerah bisa diajukan lewat partai politik maupun jalur independen. Hal ini menjadi salah satu perbedaan Pemilu 2019 dan 2024.

Pada Pemilu 2024, KPU menetapkan syarat untuk pencalonan individu dari partai politik, yaitu partai harus memiliki minimal 20 persen perolehan kursi di DPRD provinsi maupun kabupaten/kota.

Ketentuan ini tentu membuat tingkat persaingan antar partai politik tidak setinggi Pemilu terakhir. Situasi yang nantinya dapat saling membutuhkan membuat persaingan partai politik tidak terlalu sengit. (wan)