Anggota DPR Mulyanto: Kebijakan Ekspor Pasir Laut Kejar Tayang

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 20 September 2024 11:28 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto (Foto: Dok MI)
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menyoroti kebijakan pemerintah yang membuka keran ekspor pasir laut. Dia menilai kebijakan tersebut gegabah dan terlalu terburu-buru dalam pemenuhan target ekspor pemerintah.

"Sudah 20 tahun dilarang, masa di ujung pemerintahan yang tinggal satu bulan lagi, justru malah dibuka. Ini kan terkesan kejar tayang," kata Mulyanto kepada Monitorindonesia.com, Jumat (20/9/2024).

Sekadar catatan, larangan ekspor pasir laut sebenarnya sudah diberlakukan pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri dengan Keputusan Presiden (Keppres) No. 33/2002. Namun, kebijakan ini kemudian dibuka kembali oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Kebijakan ekspor sedimen pasir laut yang kontroversial ini makin diperkuat dengan adanya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 20/2024 dan Permendag No. 21/2024 yang mengatur lebih lanjut tentang ekspor barang, termasuk pasir laut.

"Anehnya lagi, Kementerian yang bertanggung jawab dalam PP tersebut berbeda dengan Kementerian yg berwenang memberi izin usaha penambangan pasir laut [Kementerian ESDM]. Ini kan jadi ada dualisme," jelasnya.

Meski ditujukan untuk pengerukan sedimen dan untuk prioritas dalam negeri, tetapi karena juga membolehkan pengerukan pasir laut untuk keperluan ekspor maka peraturan ini, kata Mulyanto bisa sangat berbahaya bagi lingkungan kelautan di masa depan.

"Kita mengkhawatirkan dampak bagi lingkungan dan kedaulatan negara. Pengaruh pada ekosistem laut, apalagi pada pulau-pulau kecil akan sangat negatif, karenanya selama 20 tahun ekspor pasir laut dilarang," lanjutnya.

Dengan demikian, dia meminta agar pemerintah membatalkan atau mencabut kebijakan tersebut karena menurutnya negara tidak sedang dalam keadaan urgensi untuk mengekspor pasir laut.

Berbeda dengan pendapat Mulyanto, Ketua Umum Indonesia National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto tak menampik bahwa ekspor sedimen laut memang dibutuhkan dan bertujuan untuk mendukung kelancaran pelayaran.

Menurutnya, pengerukan sedimen di alur pelayaran merupakan langkah penting untuk menjaga keamanan dan kelancaran aktivitas pelayaran, lantaran sedimen yang menumpuk di alur pelayaran dapat menyebabkan pendangkalan, yang pada gilirannya akan menghambat kapal masuk dan keluar pelabuhan atau bahkan menyebabkan kapal kandas.

"Pemerintah dan Badan Usaha Pelabuhan [BUP] yang memiliki catatan seberapa parah dan di lokasi mana saja terjadinya sedimentasi sehingga dibutuhkan pengerukan," kata Carmelita kepada Bloomberg Technoz, dikutip Kamis (19/9/2024).

Terkait dengan keputusan pemerintah untuk mengekspor hasil pengerukan sedimen, Carmelita menjelaskan bahwa sedimen yang dikeruk memiliki nilai ekonomi dan diminati di pasar internasional.

Untuk itu, menurutnya, ekspor sedimen menjadi solusi untuk mendapatkan pendapatan tambahan bagi negara, yang nantinya bisa digunakan untuk membiayai pengerukan lebih lanjut.

"Nah, karenanya, hasil pengerukan sedimen diekspor, karena ada permintaan terhadap sedimen, dan mempunyai nilai ekonomi. Hasil penjualan ini bisa jadi tambahan pendapatan negara yang salah satunya untuk membiayai pengerukan alur pelayaran lagi."

Adapun pada PP sebelumnya, yakni PP  No. 26/2023 yang di dalamnya diatur tentang ekspor pasir laut, juga sempat menjadi pro dan kontra.

Sementara itu, negara yang diketahui paling getol mengimpor pasir laut adalah Singapura, yang saat itu tengah gencar didekati pemerintah untuk berinvestasi di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Namun, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menepis tudingan yang menyebut dibukanya keran ekspor pasir laut merupakan upaya pemerintah untuk mendorong masuknya investasi Singapura ke IKN.

Topik:

PKS Pasir Laut Ekspor Pasir Laut