Pelapor Korupsi Dana Desa Dijadikan Tersangka, LPSK: Preseden Buruk!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 20 Februari 2022 15:39 WIB
Monitorindonesia.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai penyematan status tersangka atas mantan Kepala Urusan (Kaur) Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Nurhayati yang adalah pelapor dugaan korupsi dana desa, merupakan preseden buruk. LPSK mengingatkan bahwa posisi hukum Nurhayati sebagai pelapor dijamin oleh Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban untuk tidak mendapatkan serangan balik, sepanjang laporan itu diberikan dengan itikad baik. "Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas laporan yang akan, sedang atau telah diberikannya," kata Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (202/2022). LPSK menilai penetapan status tersangka yang disematkan kepada pelapor kasus korupsi dana desa itu telah mencederai akal sehat serta melecehkan keadilan hukum dan keadilan publik. "Ini preseden buruk dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dana desa yang dilakukan oknum Kuwu di Kabupaten Cirebon," tegas Nasution LPSK berpendapat bahwa jika benar Nurhayati menjalankan tugasnya sesuai tugas pokok dan fungsi sebagai bendahara desa, yakni mencairkan anggaran dana desa di bank yang sudah mendapatkan rekomendasi camat serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), maka seharusnya yang bersangkutan tidak boleh dipidana. Dasar hukumnya adalah Pasal 51 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyebutkan orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana. "Kasus ini membuat para pihak yang mengetahui tindak pidana korupsi tidak akan berani melapor, karena takut jadi tersangka seperti yang dialami Nurhayati. Harusnya sebagai pelapor, sejatinya Nurhayati wajib diapresiasi," tandas dia. Nasution menguraikan, jika ada tuntutan hukum terhadap pelapor atas laporannya tersebut, tuntutan hukum itu wajib ditunda hingga kasus yang dilaporkan telah diputus oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap. Dia jelaskan, hal itu diamanatkan oleh Pasal 10 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Bahkan, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018 disebutkan masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam. Untuk itu LPSK menyatakan akan mengambil langkah proaktif menemui yang bersangkutan guna menjelaskan hak konstitusional Nurhayati untuk mengajukan permohonan perlindungan kepada negara khususnya kepada LPSK jika yang bersangkutan membutuhkan perlindungan. Sebagaimana diberitakan, mantan Bendahara Desa Citemu, Nurhayati mengungkap kasus kerugian negara sebesar Rp800 juta sejak 2018 hingga 2020. Namun saat ini dia malah ditetapkan menjadi tersangka. [tar]