Incar Tersangka Korupsi Tower PLN, Kejagung Periksa 2 Saksi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 2 Januari 2023 20:04 WIB
Jakarta, MI - Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa 2 orang saksi yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi atau dugaan tindak pidana kolusi dan nepotisme dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN (persero). "Saksi yang diperiksa yakni K selaku Manajer Teknis pada Direktorat Pengelolaan Laboratorium, Fasilitas Riset dan Kawasan Sains Industri, dan C selaku Staf pada Direktorat Pengelolaan Laboratorium, Fasilitas Riset dan Kawasan Sains Industri," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana, Senin (2/1). Pemeriksaan saksi ini dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi atau dugaan tindak pidana kolusi dan nepotisme dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN (persero). "Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan antara lain dengan menerapkan 3M," tutupnya. Perkara dugaan korupsi tower PLN (Persero) pada tahun 2016 ini memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran sejumlah Rp2,2 triliun lebih. Dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero) yang melibatkan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) serta 14 penyedia pengadaan tower itu, diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara. Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan, awalnya Kejagung menyelidiki pengadaan tower transmisi PLN tersebut. Hasilnya, penyelidik menemukan peristiwa pidana atas pengadaan tower itu. “Adanya fakta-fakta, perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan,” kata Burhanuddin belum lama ini. Adapun indikasi perbuatan pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi PLN ini, yakni dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat. Selanjutnya, PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO sehingga memengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO. “PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30%,” ujarnya. #Korupsi Tower PLN #Kasus Korupsi Tower PLN #Saksi Korupsi Tower PLN