Pengamat: Hakim PN Jakpus Pengen Tenar Seperti Hakim PN Jaksel Berani Vonis Mati Ferdy Sambo

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 3 Maret 2023 14:33 WIB
Jakarta, MI - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tengah menjadi sorotan menyusul putusannya memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghentikan tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari. Jika dilaksanakan, maka berarti Pemilu akan tertunnda hingga 2025. Pengamat politik Fernando Emas, menilai putusan ini merupaka kecerobohan hakim itu sendiri karena bukanlah suatu kewenangannya. Pasalnya, menurut Fernado yang berlatar belakang strata satu ilmu hukum ini, bahwa setiap pengadillan mempunyai wilayah kerja masing-masing yang disebut dengan yurisdiksi, alias kompetensi peradilan. Dalam hal ini, tidak bisa perkara pidana, disidangkan dalam majelis hukum perdata. "Tidak bisa perkara tata usaha negara disidangkan oleh peradilan umum," jelas Fernando saat berbincang dengan Monitor Indonesia, Jum'at (3/3). Di sisi lain, Fernando Emas menduga hakim PN Jakarta Pusat ini hanya menarik perhatian publik ditengah kasus Dirjen Pajak dan juga proses hukum kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang kini berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Atau hakim ini kepengen tenar/terkenal seperti hakim PN Jaksel yang berani memvonis mati Ferdy Sambo. Toh sekarang gampang saja terkenal, tanpa prestasi pun bisa terkenal. Namun persoalan hakim PN Jakpus ini berbeda dengan PN Jaksel," sindir Fernando. Namun demikian, Fernando juga tetap menyayangkan putusan hakim PN Jakpus ini. Ia juga mengingatkan semua pihak agar mewaspadai jika putusan tersebut dapat dimanfaatkan pihak-pihak yang memang menginginkan penundaan pemilu. "Harus waspada juga, jangan-jangn ini cara oknum-oknum tertentu untuk meloloskan keinginannya untuk menunda pemilu," katanya. Dengaan demikian, Fernando Emas berharap pula kepada Komisi Yudisial turun tangan soal putusan teranyar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) ini. "Kejanggalan mencolok dari Putusan ini pantas menimbulkan berbagai dugaan. Karenanya Komisi Yudisial harus turun tangan," tegas Fernando. Adapun tiga Hakim yang mengadili perkara ini yaitu T. Oyong (Ketua) dan dua Hakim Anggota H Bakri dan Dominggus Silaban. (LA)