Korupsi CPO Rp 6,47 Triliun: Kalau Stafnya Diputus Bersalah, Mestinya Menterinya Ikut Tanggung Jawab!

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 1 Agustus 2023 19:56 WIB
Jakarta, MI - Kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya berawal dari tahun 2022 lalu, sebagai efek domino kisruh minyak goreng di dalam negeri. Di mana, pada tahun 2022 terjadi lonjakan hingga kelangkaan minyak goreng. Di saat bersamaan, pemerintah memberlakukan berbagai kebijakan untuk mengatasi kisruh tersebut, salah satunya wajib pemenuhan domestik (domestic market obligation/ DMO) bagi eksportir minyak sawit. Kasus ini telah menyeret Lin Che Wei bersama 4 orang lainnya. Lin Che Wei saat itu mendapuk di kursi dalam pemerintahan sebagai Tim Asistensi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian hingga akhir Maret 2022 lalu. Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Lin Che Wei menjadi tersangka pada Selasa (17/5/2022). Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (4/1/2023) Majelis Hakim menetapkan putusan vonis penjara dan denda atas 5 terdakwa tersebut. Terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang (UU) RI No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20/2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan subsidair. Perbuatan mereka menimbulkan dampak signifikan, yaitu terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng. Akibatnya, untuk mempertahankan daya beli masyarakat atas minyak goreng, negara terpaksa menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai sebesar Rp6,19 triliun. Atas perbuatan itu juga, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 6,47 triliun. Kini Kejagung kembali mengembangkan kasus ini dengan memeriksa memulai memeriksa sejumlah saksi pasca diumumankannya tersangka baru kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah periode 2021-2022. Setidaknya ada tiga pihak yang ditetapkan sebagai tersangka yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Penetapan tersangka baru itu berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA). Dalam putusannya, MA memperberat vonis lima terdakwa kasus korupsi minyak goreng pada 12 Mei 2023. Bahkan Kejagung sudah memeriksa Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Lalu kemudian berencana akan memerika mantan Menteri Perdagangan (Mendag) M Lutfi. Kendati, pemeriksaan terhadap menteri dan maupun mantan menteri ini dikaitkan-kaitkan dengan politik jelang pemilu 2024. Menanggapi hal ini, pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir menilai pemeriksaan Airlangga Hartarto tidak perlu dikaitkan dengan isu politik. Pasalnya, tegas dia, dalam kasus CPO minyak goreng ini memang ada hal yang harus dipertanggung jawabkan oleh Airlangga. Muzakir mengatakan harus dilihat apakah pengambilan keputusan soal CPO minyak goreng adalah keputusan yang benar atau salah. "Jelas sekali keputusan itu salah dan merugikan rakyat dan keuangan negara. (Adanya kerugian negara itu), karena membuat presiden terpaksa membuat keputusan untuk membantu membeli minyak goreng,” ujar Mudzakir, Selasa (1/8). Atas dasar ini, Mudzakir mengatakan keputusan tersebut salah, dan berefek pada kerugian keuangan negara. Kalau keputusan itu diambil seorang Menko Perekonomian maka menunjukan jika Menko Perekonomian telah mengambil keputusan yang salah. “Dan itu menyalahgunakan wewenang yang menyebabkan negara dirugikan,” jelas Mudzakir. Lanjut Mudzakir, bahwa dalam posisi seperti itu wajar jika jaksa melakukan penyelidikan dan penyidikan. “Itu sudah benar, dan tenyata Jaksa sudah berhasil mengajukan staf menteri ke pengadilan dan sudah diputus bersalah oleh pengadilan,” kata Muzakir. Kalau kemudian staf tersebut dinyatakan bersalah, sementara staf itu menjalankan keputusan menteri yang salah, kata Muzakir, semestinya menterinya juga bertanggung jawab terhadap kesalahan itu. “Jangan dikait-kaitkan dengan masalah politik. Ini murni masalah hukum. Kalau keputusan salah ya harus bertanggung jawab, Jaksa lurus-lurus saja, kalau memang (ada pihak yang) salah ya salah saja,” beber Muzakir. Ia pun mengingatkan kebijakan CPO Minyak Goreng, saat itu telah membuat antrian panjang pembelian minyak goreng, serta kerugian keuangan negara. “Tergantung fakta objektif saja, kalau orang keputusannya benar masak mau kenai pidana karena politik. Tidak mungkin,” kata Muzakir. Nama Airlangga Disebut dalam Dakwaan Lin Che Wei Mantan anggota Tim Asistensi Menko Perekonomian Lin Che Wei saat ini telah diputus bersalah dalam kasus ekspor CPO. Dia dihukum 7 tahun penjara di tingkat kasasi. Salah satu fakta tersebut yakni penyebutan nama  Airlangga Hartarto. Nama Airlangga mencuat pada surat dakwaan Lin Che Wei. Bahkan, disebut beberapa kali dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU). Airlangga disebut dihubungi oleh mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pada Januari 2022. Saat itu, Lutfi menanyakan kepada Airlangga apakah Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei masih menjadi staf Menko Perekonomian. Airlangga, kata jaksa, menjawab 'iya' kepada Lutfi. "Dijawab 'iya', kemudian Lin Che Wei juga menyampaikan kepada Muhammad Lutfi jika Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas sebagai analis industri kelapa sawit," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022). Adapun sejumlah pihak divonis bersalah hingga diperberat di Mahkamah Agung (MA) adalah mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana. Hukumannya diperberat dari 3 tahun, menjadi 8 tahun. Analis Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. Hukumannya diperberat dari 1 tahun penjara menjadi 7 tahun. Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor. Hukumannya naik dari 1,5 tahun, menjadi 6 tahun penjara. Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA, vonisnya bertambah dari 1 tahun menjadi 5 tahun penjara. General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, hukumannya bertambah dari 1,5 tahun menjadi 6 tahun penjara. (Wan) #Korupsi CPO