Partai Pendukung Revisi UU KPK Dicolek, Ada Senjata Makan Tuan?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 6 September 2023 16:59 WIB
Jakarta, MI - Kasus dugaan korupsi pengadaan sistem pengawasan TKI di Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) yang terjadi pada tahun 2012 yang meyeret Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin kembali dicolek Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus ini kembali mencuat belum lama setelah Partai NasDem menetapkan Cak Imin sebagai wakil Anies Baswedan untuk bertarung dalam pilpres 2024. Padahal, PKB dan NasDem ini sebelumnya merupakan partai pendukung revisi UU KPK sehingga lembaga anti rasuah itu kehilangan independensinya. "PKB dan Nasdem adalah pendukung revisi UU KPK sehingga lembaga anti rasuah ini kehilangan independensinya," ujar pengamat kebijakan publik, Gigin Praginanto dalam unggahannya di X seperti dikutip Monitorindonesia.com, Rabu (6/9). Kembali dicoleknya kasus Cak Imin saat menjadi Menteri Ketenagakerjaan pada 2012 lalu ini ibarat senjata makan tuan. "Sekarang senjata makan tuan. Cak Imin harus berhadapan dengan KPK," tandasnya. Jika melihat rekam jejak digital NasDem dan PKB, keduanya mendukung dilakukannya revisi terhadap UU KPK. Bahkan Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh berpendapat, bila memang bertujuan untuk perbaikan, revisi terhadap UU Nomor 30 Tahun 2002 itu sudah seharusnya didukung. "Memang Undang-Undang itu dirasakan bisa diperbaiki untuk kebaikan semuanya. Jadi, kenapa tidak (direvisi)," kata Paloh di Kantor DPP Partai Nasdem, di Jakarta, Sabtu (20/6/2015) lalu. Diketahui bahwa dugaan korupsi itu sendiri berkaitan dengan pengadaan software untuk mengawasi kondisi TKI di luar negeri. Perkara ini terjadi di Kemnaker di masa Cak Imin menjabat Menakertrans, yaitu pada 2012. Dalam perkara ini, KPK sudah menetapkan 3 tersangka. Ketiganya adalah Reyna Usman, mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kemnaker, Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemnaker I Nyoman Darmanta, dan Direktur PT Adi Inti Mandiri Karunia. (Wan) #Revisi UU KPK