Sukamta Minta Temuan Kemenlu AS soal PeduliLindungi Disikapi dengan Jernih

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 16 April 2022 17:15 WIB
Jakarta, MI - Anggota Komisi I DPR Sukamta meminta temuan Kemenlu AS terkait PeduliLindungi disikapi dengan jernih. Kemenlu AS menyebutkan, aplikasi PeduliLindungi dalam daftar pelanggaran HAM di Indonesia. Sebab, PeduliLindungi menyimpan data pribadi masyarakat. "Pernyataan Kemenlu AS ini perlu disikapi dengan jernih," ujar Sukamta, Sabtu (16/4). Wakil Ketua Fraksi PKS ini menjelaskan, dua hal yang perlu dilakukan pertama adalah mendorong pihak LSM yang melaporkan kepada Kemenlu AS untuk menjelaskan secara rinci apa yang jadi temuannya itu. "Di bagian mana aplikasi PeduliLindungi dianggap melanggar hak asasi manusia? Karena dalam laporan LSM tersebut, hanya disebutkan PeduliLindungi mengumpulkan informasi dan bagaimana data tersebut disimpan dan digunakan pemerintah," tegasnya. Kedua, terlepas dari benar-tidaknya laporan tersebut semua pihak khususnya pemerintah, harus selalu dapat menjamin terwujudnya pelindungan data pribadi yang kuat, termasuk membuat regulasi yang kuat dan pengawasan yang ketat, karena sudah terbukti data-data E-hac bocor. Sukamta menjelaskan, Pemerintah sejak awal senantiasa berjanji untuk menjamin pelindungan data pribadi masyarakat yang menggunakan aplikasi tersebut. Dan jika ternyata memang nantinya terbukti ada pelanggaran HAM seperti yang dituduhkan Kemenlu AS, maka pemerintah RI musti legowo untuk menindaklanjuti temuan tersebut dengan memperbaiki dan memperkuat aplikasi tersebut agar tidak terjadi kebocoran data lagi. Sejak awal, tambah Sukamta, concern dan terus mengingatkan akan pentingnya pelindungan data pribadi dalam PeduliLindungi. Aplikasi ini penting dalam hal menekan laju penyebaran Covid-19. Teknologi dan fitur-fitur di dalamnya perlu terus diperbaiki dan disempurnakan, khususnya dalam hal keamanan siber dan pelindungan data pribadinya. "Karena itu saya juga terus mengingatkan pentingnya RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) serta RUU Pelindungan Data Pribadi (PDP). Terkait RUU PDP, kami sudah mulai kembali membahasnya di Komisi I DPR," ucapnya. Melihat kasus-kasus dan dugaan-dugaan yang terjadi belakangan ini, tambah Sukamta, maka semakin menambah keyakinan bahwa Otoritas PDP harus independen, bukan sebuah lembaga/badan yang berada di bawah Kementerian. "Karena sebetulnya pemerintahlah yang justru sering mendapat serangan siber terhadap sistem datanya," ujar wakil rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta itu. [Yohana]