Indonesia Rugi Rp 84,7 Triliun Tangani Gangguan Penglihatan dan Kebutaan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 Oktober 2023 14:16 WIB
Ilustrasi pakai kaca mata (Foto: Ist)
Ilustrasi pakai kaca mata (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Negara Indonesia termasuk negara dengan prevalensi kebutaan lebih dari satu persen atau sudah masuk masalah sosial jika berdasarkan World Health Organization (WHO). Indonesia berada di angka 3 persen kebutaan, masuk prevalensi tertinggi kedua di dunia. 

Indonesia mengalami keruguian Rp 84,7 triliun dalam penanganan gangguan penglihatan parah dan kebutaan. Kebutaan tertinggi di Indonesia diantaranya di Jawa Timur yakni 4,4 persen. Tertinggi kedua di NTB, ketiga Sumatra Selatan. Lalu Sulsel di posisi keempat dengan angka 2,4 persen.

Berdasarkan data WHO, 12 orang buta permenit (60 detik) di Dunia. Ada sekitar 1 orang buta tiap menit di Indonesia. 80 persen dapat dihindari dengan pencegahan dan pengobatan. “1 anak menjadi buta tiap menit di dunia. 50% dapat dicegah dan diobati,” tutur Ketua Umum Perdami Pusat Prof dr. Budu, ditemui di kegiatan World Sight Day Scientific Meeting, Sabtu, (28/10).

Sebanyak 333.600 orang buta per tahun di Indonesia. Khusus Sulsel 9.463 orang buta di Sulsel per tahun.

Sementara itu, Mensos Tri Rismaharini menyampaikan, pihaknya menggelar operasi katarak gratis setiap bulan. “Mungkin bulan depan akan dua lokasi. Tapi mungkin setiap bulan kita melakukan operasi katarak dan kami tidak membayar. Karena kami dibantu oleh sponsor,” jelasnya.

Dia mengakui, angka buta naik karena faktor kemiskinan. Hal ini kata dia banyak yang takut melakukan pemeriksaan mata. Di sisi lain biaya yang mahal. Belum lagi soal makanan yang bergizi kurang. Ditambah faktor wilayah misalnya para nelayan dan petani yang terbiasa terkena panas sinar matahari.

“Kita coba membuat alat dan sebagainya. Kemudian melatih yang anak-anak muda. Yang masih anak-anak muda kita melatih untuk mereka bisa berkarya sesuai dengan fashion mereka," tukas Risma. (An)