Impor Kertas China Bikin Industri Lokal Was Was

Rendy Bimantara
Rendy Bimantara
Diperbarui 17 Desember 2023 08:48 WIB
Suasana Pabrik Kertas di Salah Satu Fasilitas Asian Pulp and Paper (Foto: Dok Asian Pulp and Paper)
Suasana Pabrik Kertas di Salah Satu Fasilitas Asian Pulp and Paper (Foto: Dok Asian Pulp and Paper)

Jakarta, MI - Industri kertas Indonesia, yang menyumbang 3,99% dari PDB Non Migas Indonesia pada tahun 2022 dan memimpin di ASEAN, menghadapi tantangan perdagangan dari negara pesaing dan tujuan ekspor, terutama dari China, pasar ekspor utama kertas Indonesia.

Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Liana Bratasida mengatakan, sejak berlaku tahun 2010, skema ACFTA menempatkan produk kertas Indonesia dalam jalur sensitif, mengakibatkan tarif impor tinggi di Tiongkok. APKI telah menyuarakan keprihatinan tentang masalah ini selama lima tahun terakhir, terlebih dengan memang banyaknya tekanan perdagangan global saat ini.

Meskipun ada perjanjian dagang seperti ACFTA dan RCEP, manfaatnya masih belum dimaksimalkan oleh Industri Kertas Indonesia, justru menciptakan dampak yang memberatkan dan berpotensi merugikan kedepannya.

"Kami menyadari bahwa RCEP yang telah berlaku sejak 1 Januari 2023, sangat baik untuk ekspansi perdagangan Indonesia secara nasional, namun ternyata memiliki potensi yang lebih memberatkan kedepannya untuk industri kertas. Sebanyak 102 Pos Tarif produk kertas Indonesia tidak mendapatkan liberalisasi perdagangan di Tiongkok dan menghadapi tarif tinggi 5-7,5%," kata dia dikutip Jumat (15/12).

"Sementara itu, 223 Pos Tarif produk kertas impor dari Tiongkok mendapatkan diliberalisasi menjadi 0% di bawah RCEP,Hal ini tentunya memunculkan kekhawatiran besar bagi kami industri kertas, karena barang impor akan sangat mungkin masuk ke pasar Indonesia dengan harga yang lebih murah," lanjut Liana.

Kapasitas produksi Industri Kertas Tiongkok mencapai 255 juta ton, sedangkan kapasitas Indonesia yang masih terus berkembang saat ini 13.4 juta ton. Dengan banyaknya perang dagang dan pemulihan ekonomi domestik Tiongkok, ada peluang besar bagi Tiongkok untuk meningkatkan ekspor kertasnya ke berbagai negara di ASEAN, termasuk Indonesia.

“Kami sangat mengharapkan kesediaan bantuan dari Pemerintah Indonesia untuk kedepannya dapat membantu kami menghadapi kegelisahan ini, terlebih sesuai laporan dari anggota-anggota APKI, produk kertas yang banyak masuk ke Indonesia pada tahun 2023 ini harganya bahkan lebih murah 50% dari tahun-tahun sebelumnya sebelum RCEP berlaku," tambah Liana.

Sementara itu, tren impor kertas dari Tiongkok ke Indonesia meningkat. Tarif bea masuk tinggi yang dikenakan oleh Tiongkok dan liberalisasi tarif bea masuk Indonesia sesuai PMK 224/PMK.010/2022 menunjukkan adanya potensi ketidakseimbangan yang memberatkan Industri Kertas Indonesia. (Ran)

Berita Terkait