Indef Soroti Program Makan Siang dan Susu Gratis jika Prabowo-Gibran Menang

Zefry Andalas
Zefry Andalas
Diperbarui 15 Februari 2024 16:05 WIB
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti. (Foto: MI/Zefry - Tangkap Layar)
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti. (Foto: MI/Zefry - Tangkap Layar)

Jakarta, MI – Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengungkapkan pendapatnya tentang program makan siang dan susu gratis yang akan diterapkan oleh Prabowo-Gibran sebagai bentuk investasi Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia ketika mereka terpilih. Berdasarkan data dari beberapa Lembaga quick count, saat ini Prabowo-Gibran unggul diangka 55-58 persen.

Esther menilai, program makan siang dan susu gratis bukanlah program yang tepat untuk meningkatkan (SDM) bangsa Indonesia. “Seharusnya investasi di SDM itu bukan makan siang gratis atau susu gratis, tapi investasi dibidang Pendidikan, bagaimana meningkatkan kapasitas SDM agar lebih berkualitas,” ucapnya kepada monitorindonesia.com saat dihubungi, Kamis (15/2).

Menurutnya, cara yang tepat untuk investasi SDM yaitu meningkatkan kualitasnya dengan memberikan pendidikan dan perbaikan gizi sejak bayi dalam masa kandungan ibunya.

“Bagaimana cara meningkatkan kualitasnya? Dengan Pendidikan dan perbaikan gizi. Tetapi perbaikan gizi itu mereka harus dimulai dari sejak bayi dikandung oleh ibunya,” ucap Esa sapaan akrabnya.

Tidak hanya itu, lanjut Esa, program makan siang gratis dan susu gratis, tapi beras dan susunya impor hanya memberikan keuntungan kepada pihak importir dan justru membuat bangsa kita menjadi bangsa yang konsumtif.

“Pihak importis susu dan importir beras yang lebih diuntungkan. Importir kan pemainnya orang-orang kita juga. Artinya negara produsen susu dan produsen beras di luar sana yang diuntungkan juga, dan yang di dalam negeri pemain importirnya yang diuntungkan,” paparnya.

Esa menjelaskan, kalau mau investasi SDM ya Pendidikan, kalau orang itu dipinterkan, maka paling tidak dia tidak usah kerja di negeri orang, paling tidak ia bisa menjadi tuan rumah di negaranya sendiri. Artinya kalau misalnya ada pabrik dibuka, dia bisa bekerja di sini dengan skill yang dia mampu.

Menurut Esa, sekarang banyak pabrik tapi tenaga kerja asingnya juga banyak, at least itu aja. Di Indonesia banyak pasar tekstil, at least dia bisa menciptakan produk yang berdaya saing itu kan butuh skill. Nah kita harus bisa meningkatkan kualitas Pendidikan, itu baru investasi. Bukan susu gratis atau makan siang gratis.

“Karena berdasarkan data BPS menunjukkan hanya 12 persen saja Angkatan kerja yang berpendidikan tinggi. Artinya 88 persen angkatan kerja itu berpendidikan rendah, SD, SMP, SMA, bahkan ada yang tidak lulus,” pungkasnya.