Ada Apa dengan Bahlil Tak Penuhi Panggilan Komisi VI DPR, Pilih Kunjungi Kementerian ESDM?

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 15 Maret 2024 00:27 WIB
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia (Foto: Istimewa)
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Gaduhnya cawe-cawe Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia di pengurusan Izin Usaha Pertambangan atau IUP yang belakangan muncul dugaan upeti atau suap, sedang ramai jadi bahan perbincangan. 

Kabarnya, Bahlil begitu leluasa mencabut dan menghidupkan lagi IUP, berawal dari Keppres No 11 Tahun 2021 tentang Pembentukan Satgas Percepatan Investasi (Satgas Investasi). Beleid ini diteken Presiden Jokowi pada 4 Mei 2021. Di mana, Bahlil ditunjuk sebagai Ketua Satgas Investasi.

Selanjutnya, Keppres No 70 tahun 2023 tentang Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi yang ditekan Jokowi pada 16 Oktober 2023. Aturan ini memberikan wewenang luas kepada Bahlil untuk mencabut dan menghidupkan kembali IUP dan HGU.

Data yang berhasil dihimpun, terdapat 45 IUP yang dicabut, kemudian dihidupkan kembali sebanyak 40 IUP. Tentu saja, semua itu tidak gratis. Diduga, Bahlil minta jatah saham jika IUP-nya ingin dihidupkan lagi. Porsi saham yang diminta bisa 20-30 persen, bahkan bisa 70 persen. Atau setor upeti hingga miliaran rupiah.

Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun berencana memanggil Bahlil. Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengungkapkan seharusnya pada hari ini, Kamis (14/3/2024) komisinya ada rapat bersama Bahlil. Namun batal, karena ada agenda lain yang tak bisa ditinggalkan.

"Beliau (batal rapat dengan Komisi VI) dengan alasan ada kegiatan lain yang tidak bisa ditinggalkan sehingga meminta untuk rescheduling," ujar Herman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis(14/3/2024).

Dia pun belum dapat memastikan kapan akan memanggil Bahlil kembali. Namun Herman menegaskan tentu komisinya akan 'menguliti' Bahlil dengan segudang isu yang sudah menguar di publik. 

Termasuk dugaan penyalahgunaan kekuasaan berkaitan dengan pemberian dan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU).

"Justru rapat hari ini salah satunya kami ingin bertanya, sesungguhnya kami ingin melihat progres investasi, karena ini kan di tahun-tahun terakhir (Bahlil) menjabat sebagai menteri, ya tentu kami harus mengetahui progresnya," jelasnya.

Di hari yang sama, Bahli justru mengunjungi kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pagi menjelang siang, Kamis (14/3/2024).

Kunjungan tersebut terjadi pada saat Bahlil tengah dirumorkan sebagai calon Menteri ESDM yang baru, menggantikan Arifin Tasrif. Namun, saat dimintai konfirmasi mengenai hal tersebut, dia bungkam.

“Nanti, nanti [...] [Isu yang dibicarakan] sesama menteri [dengan Arifin],” ujarnya ketika meninggalkan gedung Kementerian ESDM.

Walau demikian, dia tidak menampik tengah membahas bersama Arifin soal perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) bagi PT Freeport Indonesia (PTFI), yang masa berlakunya akan habis pada 2041. “Lagi dibahas. [Pembahasannya] masih berlanjut. Insyaallah sebentar lagi selesai,” kata Bahlil.

Dia mengatakan IUPK Freeport akan segera diberikan setelah Peraturan Pemerintah (PP) No 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara selesai direvisi dalam waktu dekat. “Lagi menunggu [revisi] PP No. 96/2021. Ada beberapa poin [yang direvisi], nanti gue jelasin pada waktunya,” kata Bahlil.

Kemarin, Presiden Joko Widodo telah memanggil menteri-menteri terkait untuk membahas finalisasi PP tersebut. Sementara itu, revisi PP No. 96/2021 menjadi sorotan setelah pemerintah berkeinginan memperpanjang IUPK Freeport jauh sebelum masa berlakunya habis.

IUPK eksisting Freeport diberikan Pemerintah Indonesia pada 2018 untuk periode 2 x 10 tahun hingga 2041, menyusul habisnya masa berlaku kontrak karya (KK) PTFI pada 2021.

Sejalan dengan perpanjangan IUPK yang diberikan ke PTFI pada Desember 2018 itu, pemerintah pun mengakuisisi 51,2% saham PTFI dan menjadi pemegang saham mayoritas pemilik tambang legendaris Grasberg, Papua tersebut.

Namun, belum 5 tahun IUPK tersebut diberikan, pemerintah seolah tidak sabar untuk kembali memfinalisasi negosiasi perpanjangan IUPK Freeport selepas 2041, berikut peluang menambah porsi saham sebesar 10% di anak usaha Freeport-McMoRan Inc itu.

Walhasil, pengumuman soal lobi tahap final itu seolah mengisyaratkan bahwa perpanjangan IUPK Freeport sedang akan di-’ijon’ atau dieksekusi terlalu prematur. Untuk memuluskan niatan tersebut, pemerintah melalui Kementerian ESDM sampai harus merevisi aturan izin tambang yang termaktub dalam PP No. 96/2021 tersebut.

Beleid itu sedianya mengatur perpanjangan IUPK hanya bisa dilakukan paling cepat 5 tahun atau paling lambat 1 tahun sebelum masa berlaku izin usaha berakhir. Dengan demikian, IUPK Freeport semestinya baru bisa diperpanjang paling cepat 30 Desember 2036.

Memasuki Februari 2024, Menteri ESDM Arifin Tasrif pun mengonfirmasi revisi PP 96 itu sudah memasuki tahap harmonisasi final, yang artinya tidak lama lagi aturan baru soal kegiatan usaha tambang mineral dan batu bara (minerba) mungkin akan diberlakukan.

Bahlil Lahadalia, dalam sebuah kesempatan awal Desember, menyatakan bahwa pengelolaan tambang mineral bawah tanah (underground) Grasberg akan mencapai masa puncak produksinya pada 2035. Dengan demikian, dia berpendapat, pemerintah – sebagai pemegang saham mayoritas 51% di PTFI – ingin mengamankan aset mineral yang berbasis di Papua itu.

“Sekarang kalau eksplorasi tambang yang bukan underground itu 3 tahun sudah beroperasi, baru bisa tahu itu hasilnya paling cepat ada yang 15 tahun. Sekarang kita berpikir strategis saja, produksi Freeport itu 2035 capai puncaknya. Begitu selesai 2035 akan menurun. Kalau tidak ada kepastian perpanjangan [IUPK], maka tidak ada eksplorasi lagi,” bebernya.

Atas dasar itu, dia berkeras bahwa, jika IUPK Freeport tidak diperpanjang sekarang, aset tambang bawah tanah perusahaan akan menjadi ‘barang mati’ pada 2041 atau saat habisnya masa berlaku IUPK eksisting. “Karena itu dilakukan perpanjangan [sekarang]. Namun, [Freeport] ini kan sudah menjadi milik Pemerintah Indonesia. Kita minta penambahan saham 10% sudah disetujui. Kalau tidak, tidak akan kita perpanjang [izinnya]," jelasnya.

Bahlil menegaskan Freeport bukan lagi dihitung sebagai perusahaan asing karena mayoritas sahamnya sudah dimiliki republik ini. Valuasi perusahaan itu pun diklaimnya sudah mencapai lebih dari US$20 miliar (Rp310,44 triliun).

“Pada 2040, utang pengambilan saham 51% yang dilakukan pemerintah lewat MIND ID itu akan mencapai break even point [titik impas]. Jadi ini barang [tambang/aset Freeport] sudah punya pemerintah kita, sudah tidak ada utang. Kalau tidak melakukan eksplorasi dan diperpanjang izinnya, kita yang bodoh atau pintar?” demikian Bahlil.