Hadapi Risiko Global, OJK Dorong Perbankan Perkuat Permodalan dan Pengawasan

![Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae [Foto: Repro]](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/kepala-eksekutif-pengawas-perbankan-ojk-dian-ediana-rae.webp)
Jakarta, MI - Dalam Laporan Surveilance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan II 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mendorong perbankan untuk terus memperkuat permodalan guna menghadapi berbagai risiko yang mungkin terjadi di masa depan, khususnya terkait risiko pasar dan likuiditas.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, juga menekankan pentingnya bagi bank untuk menjaga cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) dengan tingkat yang memadai.
"Ke depan, tetap perlu diperhatikan risiko perbankan utamanya risiko pasar dan risiko likuiditas di tengah masih tingginya ketidakpastian global seperti risiko ketidakpastian suku bunga, perkembangan ekonomi Tiongkok, serta kenaikan tensi geopolitik yang dapat berpotensi meningkatkan tekanan ekonomi domestik," ujar Dian di Jakarta, Senin (18/11/2024).
OJK telah menerbitkan LSPI Triwulan II 2024 yang mencakup tinjauan umum dan analisis kondisi perekonomian global dan domestik. Laporan ini juga mengulas perkembangan kinerja, penyaluran kredit dan pembiayaan, serta profil risiko yang dihadapi sektor perbankan.
OJK terus memantau volatilitas ekonomi global dan dampaknya terhadap perekonomian domestik serta sektor perbankan Indonesia.
Pengawasan perbankan yang dilakukan secara intensif dan berkelanjutan diharapkan dapat menjaga stabilitas sistem keuangan dan perbankan Indonesia baik di tahun ini maupun dalam beberapa tahun mendatang.
Dian mengatakan pada periode laporan, kondisi perekonomian global relatif stagnan dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi, serta pertumbuhan ekonomi negara-negara yang masih terdivergensi.
Ekonomi Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Inggris menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun, ekonomi Tiongkok cenderung masih lemah, terpengaruh oleh permintaan domestik yang rendah dan tekanan berlanjut pada sektor properti.
Ketidakpastian yang masih tinggi di pasar keuangan global, salah satunya dipengaruhi oleh laju penurunan inflasi yang masih berada di atas target, mendorong bank sentral AS, The Fed, untuk mempertahankan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) pada tingkat tinggi dalam jangka waktu yang panjang ("high for longer") hingga Juni 2024. Pemangkasan FFR baru dilakukan pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada September 2024.
Selain itu, faktor risiko lainnya yang perlu diperhatikan adalah perkembangan konflik geopolitik di Timur Tengah dan Ukraina, disrupsi jalur perdagangan di Laut Merah, serta dampak perubahan iklim yang berpotensi menyebabkan kenaikan harga komoditas dan inflasi di masa depan.
Pasar juga diwarnai kekhawatiran seiring meningkatnya ketidakpastian kondisi politik di Amerika Serikat menjelang pemilu presiden yang dijadwalkan pada November 2024, seperti yang tercantum dalam laporan triwulan II 2024 tersebut.
Di tengah perkembangan global tersebut, ekonomi domestik Indonesia pada triwulan II 2024 tetap terjaga meskipun mengalami sedikit pelambatan.
Pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi menjadi salah satu faktor penopangnya, meskipun di sisi lain, pertumbuhan konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah melambat dibandingkan dengan triwulan II 2023.
Secara umum, lanjutnya, pertumbuhan konsumsi domestik yang melambat diperkirakan merupakan dampak dari berakhirnya efek stimulus dari periode pemilihan umum dan Ramadhan, serta kondisi pasar tenaga kerja yang belum pulih sepenuhnya.
Ekonomi domestik yang tetap kuat juga tercermin dari indikator perbankan pada triwulan II 2024. Hal ini terlihat dari pertumbuhan kredit yang masih cukup baik, yaitu sebesar 12,36 persen (yoy), meningkat signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya mencapai 7,76 persen (yoy).
Pertumbuhan kredit ini dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan dari segmen korporasi, yang didorong oleh penjualan yang baik dan kemampuan bayar yang kuat.
Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) juga mencatatkan pertumbuhan sebesar 8,45 persen (yoy), meningkat dari 5,79 persen (yoy) pada tahun sebelumnya, yang menjadi salah satu faktor pendorong terjaganya likuiditas perbankan.
Selanjutnya, OJK mengimbau agar bank-bank terus memperhatikan aspek kehati-hatian (prudential banking), profesionalisme, inovasi, dan menjaga integritas guna mencapai pertumbuhan yang tinggi dan sehat.
OJK juga menekankan pentingnya bagi perbankan untuk memperhatikan kualitas pelaksanaan restrukturisasi kredit dan terus mengkaji prospek pemulihan debitur.
Namun demikian, bank diminta untuk tetap melakukan pengawasan dan monitoring yang ketat guna mencegah terjadinya pemburukan kualitas kredit di masa depan.
Untuk mengukur ketahanan bank, OJK meminta agar bank secara rutin melaksanakan stress test dan asesmen terhadap kekuatan permodalannya. Hal ini bertujuan untuk mengukur kemampuan bank dalam menyerap potensi penurunan kualitas kredit akibat restrukturisasi.
Topik:
ojk lspi perbankan