ESDM Sebut Kepastian Izin Ekspor Freeport Ditargetkan Februari

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 19 Februari 2025 16:16 WIB
Smelter PT Freeport Indonesia (Foto: Ist)
Smelter PT Freeport Indonesia (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan keputusan terkait relaksasi izin ekspor bagi PT Freeport Indonesia (PTFI) akan ditetapkan pada Februari 2025.

“Kemungkinan (bulan ini),” ucap Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR di Jakarta, pada Rabu (19/2/2025).

Tri Winarno mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini tengah membahas pemberian relaksasi izin ekspor konsentrat bagi Freeport. Pasalnya, izin ekspor konsentrat tembaga perusahaan tersebut telah berakhir sejak 31 Desember 2024.

Namun, situasi semakin rumit setelah pada Oktober 2024, smelter milik Freeport di Gresik mengalami kebakaran yang berdampak pada unit pengolahan asam sulfat.

Kejadian tersebut menyebabkan Freeport belum bisa melakukan produksi lantaran operasional milik Freeport di Gresik terhenti sementara waktu. Hal tersebutlah yang melandasi Freeport mengajukan perpanjangan ekspor ke pemerintah.

Hasil investigasi menyatakan bahwa kebakaran di unit pengolahan asam sulfat smelter Freeport tidak disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan pekerja. Insiden tersebut dikategorikan sebagai kondisi kahar atau force majeure.

Sesuai dengan ketentuan dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI), status kondisi kahar memungkinkan perusahaan untuk tetap melakukan ekspor.

“Itu keputusannya (relaksasi) lewat rakor (rapat koordinasi) dan lewat ratas (rapat terbatas), bukan di Kementerian ESDM saja,” ungkap Tri.

Sebelumnya, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, mengungkapkan bahwa jika izin ekspor konsentrat tidak diberikan, maka dampak finansialnya bisa signifikan. Negara berpotensi kehilangan pendapatan sekitar 4 miliar dolar AS atau setara dengan Rp65 triliun.

Hilangnya pendapatan negara tersebut disebabkan oleh 1,5 juta dry metric ton (dmt) konsentrat yang tidak dapat dimurnikan di dalam negeri akibat terhentinya operasi smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur.

Sesuai dengan ketentuan dalam IUPK PTFI, Tony meminta agar ekspor konsentrat tetap diperbolehkan dalam kondisi kahar. “Namun, diperlukan penyesuaian Permen ESDM untuk mengatur ekspor, karena keadaan kahar ini,” pungkasnya.

Topik:

kementerian-esdm pt-freeport-indonesia izin-ekspor