Pertamina Dikelola 'Monyet' Saja akan Untung, Enggak Mungkin Rugi Kecuali Dirampok

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 28 Februari 2025 14:52 WIB
Salah satu SPBU PT Pertamina di kawasan Benhil, Jakarta Pusat (Foto: Dok MI)
Salah satu SPBU PT Pertamina di kawasan Benhil, Jakarta Pusat (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) memperkirakan potensi kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di lingkungan subholding serta kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) periode 2018-2023 mencapai Rp 193,7 triliun pada 2023, dengan total akumulasi lima tahun yang bisa mendekati Rp1 kuadriliun.

Namun mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono menyebut PT Pertamina akan untung dan bahkan dikelola monyet. “Begini aku ngomong, Pertamina di kelola monyet saja akan untung,” kata Arief dikutip dari unggahannya di X, Jumat (28/2/2025). (Monitorindonesia.com telah meminta izin mengutip cuitannya)

Hal tersebut, kata Arief disampaikan saat tahun 2004. Di sebuah acara serikat pekerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Aku pernah ingat. Pidato di acara Serikat Pekerja BUMN 2004,” ujarnya.

Tapi menurutnya, hal tersebut akan berbeda. Jika Pertamina dirampok dan dikorupsi. “Engga mungkin rugi kecuali di rampok dan dikorup dibandingkan dagang sayur di pasar,” tandasnya.

Kejaksaan Agung sebelumnya mengungkap bahwa kerugian negara akibat praktik ini mencapai Rp 193,7 triliun hanya dalam satu tahun, yakni 2023. Namun, angka ini diperkirakan masih jauh lebih besar mengingat skandal ini terjadi sejak 2018 hingga 2023. 

"Kemarin yang sudah disampaikan dirilis itu Rp 193,7 triliun, itu tahun 2023. Makanya, kita sampaikan, secara logika hukum, logika awam, kalau modusnya itu sama, ya berarti kan bisa dihitung, berarti kemungkinan lebih," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, di Jakarta, Rabu (26/2/2025). 

Kejagung menegaskan bahwa untuk mengetahui angka pasti kerugian selama lima tahun terakhir, perhitungan lebih lanjut masih diperlukan. Sebab, jumlah yang terjadi di masing-masing tahun bisa berbeda, tergantung pada skema dan modus operandi yang digunakan. 

Harli menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya kerugian negara, antara lain impor minyak mentah, impor BBM melalui broker, serta pemberian subsidi dan kompensasi. 

"Misalnya apakah setiap komponen itu di 2023 juga berlangsung di 2018, 2019, 2020, dan seterusnya. Kan, ini juga harus dilakukan pengecekan," katanya. 

Jika dihitung secara kasar dengan asumsi kerugian tahunan mencapai Rp 193,7 triliun, maka total potensi kerugian selama lima tahun bisa mencapai Rp 968,5 triliun. "Jadi, coba dibayangkan, ini kan tempus-nya 2018-2023. Kalau sekiranya dirata-rata di angka itu (Rp 193,7 triliun) setiap tahun, bisa kita bayangkan sebesar kerugian negara," tambah Harli. 

Rincian Kerugian Negara

Berdasarkan laporan Kejagung, kerugian sementara terbagi dalam lima komponen utama:

Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri - sekitar Rp 35 triliun. 

Kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT/Broker - sekitar Rp 2,7 triliun. 

Kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker - sekitar Rp 9 triliun. 

Kerugian Pemberian Kompensasi (2023) - sekitar Rp 126 triliun. 

Kerugian Pemberian Subsidi (2023) - sekitar Rp 21 triliun. 

Kejagung juga menyoroti kemungkinan adanya kerugian tambahan akibat manipulasi kualitas BBM yang didistribusikan. Jika kualitasnya lebih rendah dari spesifikasi yang seharusnya, selisih harga ini juga bisa menjadi bagian dari total kerugian negara.

Dalam kasus ini penyidik menetapkan sembilan orang tersangka. Tiga tersangka merupakan pihak swasta dan enam lainnya internal Subholding Pertamina.

Untuk tersangka dari internal Subholding Pertamina, yakni Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga, Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina International Shiping, dan Agus Purwoni selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International.

Sementara tersangka dari pihak swasta adalah Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak. (an) 

Topik:

Pertamina Korupsi Pertamina Kejagung Pertamina Patra Niaga