Harga Minyak Terjun Bebas 4 Persen, Konflik Dagang AS-China Kian Panas

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 9 April 2025 07:58 WIB
Harga Minyak Anjlok 4 Persen Imbas Konflik Dagang As-China (Foto: Ist)
Harga Minyak Anjlok 4 Persen Imbas Konflik Dagang As-China (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Harga minyak dunia terperosok pada perdagangan Selasa (8/4/2025), dipicu ketegangan dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Presiden AS Donald Trump kembali menggebrak dengan memberlakukan tarif baru sebesar 104 persen atas impor dari Negeri Tirai Bambu.

Langkah ini sontak mengguncang pasar komoditas. Minyak mentah Brent, yang menjadi acuan global, turun 4,26 persen ke level USD61,62 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) jatuh lebih dalam, 4,27 persen, hingga menyentuh USD58,22 per barel.

Ini menjadi penutupan pertama harga WTI di bawah ambang psikologis USD60 sejak Februari 2021, menandakan meningkatnya kekhawatiran investor terhadap perlambatan permintaan global di tengah konflik dagang yang memanas.

Dilansir dari MT Newswires, Trump mengumumkan pada Selasa bahwa tarif impor dari China akan naik dua kali lipat dari 52 persen menjadi 104 persen mulai Rabu. Keputusan ini diambil setelah China menerapkan tarif balasan sebesar 34 persen atas barang-barang asal AS.

Kebijakan baru itu kian menyulut ketegangan dalam konflik dagang antara dua raksasa ekonomi dunia. Ketegangan ini berisiko menghambat arus perdagangan global, mendorong inflasi, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. 

"China akan melawan hingga akhir," ujar pemerintah Beijing dalam pernyataannya, Selasa (8/4/2025).

Menurut Analis Mizuho, Robert Yawger dari permintaan minyak terancam akibat perang tarif. Namun, masalah minyak mentah tidak hanya sebatas itu.

"OPEC+ telah memutuskan menambah produksi lebih dari 400.000 barel per hari bulan depan, di luar kenaikan 138.000 barel per hari bulan ini," jelasnya, dikutip Dow Jones Newswires.

Kata dia, kemungkinan OPEC dan IEA akan menurunkan proyeksi permintaan dalam laporan bulanannya pekan depan.

"Menarik untuk melihat bagaimana OPEC membenarkan peningkatan produksi Mei sebesar total 538.000 barel per hari," ungkap Yawger.

Gejolak melanda pasar saham dan komoditas global sepanjang pekan lalu, usai Presiden Trump mengumumkan kebijakan tarif besar-besaran pada 2 April yang ia sebut sebagai "Hari Pembebasan".

Meski sebagian pasar luar negeri mulai menunjukkan pemulihan pada perdagangan Selasa, bursa di kawasan Amerika Utara masih bergerak tidak menentu, mencerminkan ketidakpastian investor terhadap arah kebijakan lanjutan.

PVM Oil Associates menilai situasi ini masih jauh dari selesai. "Akan menjadi taruhan besar jika menganggap badai ini telah berlalu," demikian mengutip analis perusahaan itu dalam laporannya.

Para analis menilai, hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China kini telah memasuki fase konflik terbuka, sesuatu yang sebenarnya sudah lama diprediksi pasar.

"Selama bertahun-tahun, Presiden Trump terus menggambarkan praktik dagang China sebagai sesuatu yang tidak adil. Tak diragukan lagi, mengatasi defisit perdagangan dengan China menjadi bagian dari upaya Trump untuk merombak tatanan perdagangan global," tutup PVM.

Topik:

minyak-dunia harga-minyak