Pertumbuhan Ekonomi Melambat, Apindo Ungkap Biang Keroknya

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 10 Juni 2025 17:24 WIB
Apindo membeberkan penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional di awal tahun ini (Foto: Ist)
Apindo membeberkan penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional di awal tahun ini (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti pola investasi yang cenderung terkonsentrasi pada sektor padat modal sebagai salah satu penyebab utama melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional di awal tahun ini.

Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani, menyampaikan kekhawatirannya terhadap kinerja ekonomi Indonesia pada kuartal I/2025 yang hanya tumbuh 4,87% secara tahunan (year-on-year/YoY). 

Angka tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatatkan pertumbuhan 5,11%.

Ajib menambahkan, tantangan belum berhenti di kuartal pertama. Sejumlah data ekonomi pada kuartal kedua juga mengindikasikan arah pelemahan. 

Salah satunya tercermin dari Purchasing Managers' Index (PMI) yang mengalami kontraksi dengan kisaran 46,7 dan 47,4 pada April dan Mei. 

Ajib menilai, kontraksi PMI Manufaktur ini secara umum memberikan gambaran dan menjadi indikator penurunan daya beli masyarakat. 

Ia pun mengaku tidak heran dengan keputusan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025, dari sebelumnya 4,9% menjadi 4,7%.

Ajib juga mengungkapkan empat faktor utama terjadinya pelemahan indikator-indikator makro pertumbuhan ekonomi. Pertama, investasi yang lebih banyak terkonsentrasi pada sektor padat modal. 

"Sehingga multiplier effect terhadap penyerapan tenaga kerja kurang maksimal," ujarnya dalam keterangannya, Selasa (10/6/2025).

Dia pun membandingkan data 10 tahun ke belakang: pada 2014, setiap Rp1 triliun bisa menyerap sampai dengan 4.000 tenaga kerja; sementara pada 2024, setiap Rp1 triliun investasi hanya menyerap kisaran 1.000 tenaga kerja.  

Kedua, kemampuan konsumsi masyarakat yang mengalami penurunan. Ajib menilai penurunan konsumsi terjadi karena terjadi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sejak awal tahun yang sudah menyentuh lebih dari 70 ribu pada kuartal I/2025. 

Ketiga, pola belanja pemerintah atau government spending pada awal 2025. Dia menjelaskan penerimaan pajak pada kuartal I/2025 hanya mencapai 14,7% dari target penerimaan, yang idealnya bisa mencapai 20%.

Kemudian pemerintah melakukan program efisiensi belanja sehingga memberikan sentimen negatif terhadap pertumbuhan ekonomi pada periode awal tahun. 

Keempat, konstraksi ekonomi karena faktor eksternal terutama karena kebijakan tarif Trump. Dia mengungkapkan permintaan barang terutama dari AS mengalami penurunan dan neraca transaksi keuangan sejak April 2025. 

Ajib menyarankan pemerintah untuk fokus pada strategi jangka pendek mulai Juni dan semester kedua 2025. Menurutnya, pemerintah bisa menggunakan government spending sebagai stimulus utama. 

Ajib mendorong pemerintah untuk memprioritaskan penciptaan lapangan kerja, ketahanan pangan dan energi dalam belanja mereka. Selain itu, dia berharap program stimulus ekonomi yang fokus dengan pola Bantuan Langsung Tunai (BLT) bisa efektif meningkatkan konsumsi masyarakat dan mendongkrak daya beli.

"Harapannya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua 2025 bisa lebih tinggi atau minimal bertahan dibandingkan kuartal pertama," pungkasnya.

Topik:

apindo investasi pertumbuhan-ekonomi