Myanmar Diterjang Topan Mocha, 81 Orang Tewas

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 17 Mei 2023 08:46 WIB
Jakarta, MI - Sebanyak 81 orang dilaporkan tewas setelah Topan Mocha menerjang sejumlah kawasan di Myanmar pada Minggu (14/5) lalu. Mocha mendarat pada hari Minggu dengan kecepatan angin hingga 195 kilometer (120 mil) per jam, menjatuhkan tiang listrik dan menghancurkan kapal nelayan kayu menjadi serpihan. Sedikitnya 46 orang tewas di desa negara bagian Rakhine Bu Ma dan dekat Khaung Doke Kar, yang dihuni oleh minoritas Muslim Rohingya, kata pemimpin setempat kepada AFP di tempat kejadian. Tiga belas orang tewas ketika sebuah biara runtuh di sebuah desa di kotapraja Rathedaung di utara ibu kota Rakhine, Sittwe, dan seorang wanita meninggal ketika sebuah bangunan runtuh di desa tetangga, menurut penyiar MRTV negara Myanmar. "Akan ada lebih banyak kematian, karena lebih dari seratus orang hilang," kata kepala desa Bu Ma dekat Sittwe, Karlo. Sembilan orang tewas di kamp Dapaing untuk pengungsi Rohingya di dekat Sittwe, kata pemimpinnya kepada AFP, menambahkan kamp itu terputus dan kekurangan pasokan. "Orang-orang tidak bisa datang ke kamp kami karena jembatan putus. Kami butuh bantuan," katanya. Satu orang tewas di desa Ohn Taw Chay dan enam di Ohn Taw Gyi, kata para pemimpin dan pejabat setempat kepada AFP. Media pemerintah melaporkan lima kematian pada hari Senin, tanpa memberikan rincian. Mocha adalah topan paling kuat yang melanda daerah itu dalam lebih dari satu dekade, menumbangkan pohon, dan memutus komunikasi di sebagian besar negara bagian Rakhine. China mengatakan "bersedia memberikan bantuan darurat bencana", menurut pernyataan di kedutaannya di halaman Facebook Myanmar. Kantor pengungsi PBB mengatakan sedang menyelidiki laporan bahwa Rohingya yang tinggal di kamp-kamp pengungsian tewas dalam badai tersebut. Itu "bekerja untuk memulai penilaian kebutuhan yang cepat di daerah-daerah yang paling terpukul" di negara bagian Rakhine, tambahnya. Secara luas dipandang sebagai penyusup di Myanmar, Rohingya ditolak kewarganegaraan dan perawatan kesehatannya, dan memerlukan izin untuk bepergian ke luar desa mereka di negara bagian Rakhine barat. Banyak lainnya tinggal di kamp-kamp setelah mengungsi akibat konflik etnis selama puluhan tahun di negara bagian itu. Di negara tetangga Bangladesh, para pejabat mengatakan kepada AFP bahwa tidak ada yang tewas dalam topan tersebut, yang melewati dekat kamp-kamp pengungsi yang luas yang menampung hampir satu juta orang Rohingya yang melarikan diri dari penumpasan militer Myanmar pada tahun 2017. "Meskipun dampak topan itu bisa jauh lebih buruk, kamp-kamp pengungsi sangat terpengaruh, menyebabkan ribuan orang sangat membutuhkan bantuan," kata PBB.