Israel Ogah Beri Akses Bantuan Kemanusiaan PBB ke Gaza

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 20 Januari 2024 12:15 WIB
Truk antre untuk mengangkut barang bantuan kemanusiaan yang akan diberikan untuk warga Palestina di kawasan Mesir, Senin (6/11/2023) (Foto: ANTARA)
Truk antre untuk mengangkut barang bantuan kemanusiaan yang akan diberikan untuk warga Palestina di kawasan Mesir, Senin (6/11/2023) (Foto: ANTARA)

Jakarta, MI - Juru bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Stephane Dujarric menyatakan bahwa militer Israel menolak memberikan akses sehingga pengiriman bantuan kemanusiaan tidak dapat masuk ke Jalur Gaza, Jum'at (19/1).

Kata dia, larangan itu terkait dengan impor peralatan penting, termasuk alat komunikasi, sehingga sangat membahayakan operasi bantuan yang aman dan efektif di mana pun di Gaza. 

"Di (Gaza) utara, kami dan mitra kami mencoba meningkatkan pengiriman bantuan kemanusiaan, tetapi penolakan akses oleh militer Israel mencegah hal itu," kata Stephane Dujarric kepada wartawan.

Stephane menjelaskan bahwa sebanyak tujuh dari 29 misi yang direncanakan dalam dua pekan pertama di Januari dapat sepenuhnya atau sebagian dijalankan, lanjutnya. Mengenai ketersediaan air untuk minum dan penggunaan sehari-hari di Gaza, menurut Dujarric, kapasitas air semakin berkurang setiap hari.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah melaporkan sebanyak 152 ribu kasus diare, lebih dari setengahnya terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun, sehingga ketidakmampuan melakukan klorinasi air untuk membunuh bakteri memperburuk situasi yang sudah memprihatinkan ini.

"Kurangnya toilet dan layanan sanitasi memasak orang-orang melakukan buang air besar di udara terbuka, meningkatkan kekhawatiran terjadinya wabah penyakit."

"Aktivitas vaksinasi rutin yang terganggu, serta kurangnya obat-obatan untuk mengobati penyakit menular, semakin meningkatkan resiko penyebaran penyakit," ungkap Dujarric.

Sementara itu, pertemuan antara diplomat senior Rusia dan perwakilan Hamas di ibu kota Moskow, PBB mendukung diskusi yang akan mengarah pada gencatan senjata kemanusiaan, dan pembebasan sandera tanpa syarat.

"Kami tidak terlibat dalam pembahasan ini, namun kami mengerti ada pembahasan diplomatik yang berlangsung di beberapa tempat berbeda. Perlu adanya dialog antara pihak berkepentingan. 

"Kami hanya berharap apa pun pembahasan itu, membawa dampak positif bagi rakyat Gaza dan rakyat Israel,” harap Dujarric menambahkan.

Sebagai informasi, Israel telah melancarkan serangan udara dan darat tanpa henti di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh Hamas yang menurut Tel Aviv menewaskan 1.200 orang.

Sedikitnya 24.762 warga Palestina terbunuh, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan 62.108 orang terluka, menurut otoritas kesehatan Palestina.

Serangan Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza menjadi pengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah kantong itu rusak atau hancur, menurut PBB.