Arsul Sani : Perlu Diadakan Kajian Ulang Pasal Penghinaan Presiden Dalam RKUHP

mbahdot
mbahdot
Diperbarui 8 Juni 2021 16:50 WIB
Jakarta, Monitorindonesia.com - Anggota Komisi III Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan hingga saat ini, mengenai pasal penghinaan presiden dalam RUU KUHP perlu adanya sosialisasi dan mengkaji ulang agar tidak menjadi pasal karet. "Saat ini pemerintah ini sesuai dengan kesepakatan pada saat penundaan, pengesahan rkhup periode tahun lalu, Pemerintah dan DPR sepakat untuk melalukan sosialisasi dan kemudian juga dialog publik kalo RKUHP harus di bahas kembali." kata Arsul Sani saat diwawancarai awak media di Nusantara III Senayan, Jakarta, Selasa (8/6/2021). Politisi PPP tersebut menilai, dalam pembahasan RUU KUHP mengenai pasal penghinaan presiden menuai pro-kontra yang cukup panjang. Hal ini dikarenakan adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan pasal penghinaan presiden di KUHP sekarang. "Pada saat pembahasan pasal RKUHP terkait penghinaan Presiden memang terjadi perdebatan cukup panjang, karena adanya Putusan MK yang membatalkan pasal-pasal penghinaan Presiden di KUHP sekarang," tuturnya. Sehingga, lanjut Arsul, keputusan DPR dapat mengubah pasal tersebut menjadi delik aduan supaya tetap dalam RUU KUHP. Adanya kesepakatan antara DPR dan pemerintah agar pasal tersebut tidak menabrak putusan yang ditetapkan oleh MK. Lebih lanjut, dalam delik aduan, aparat keamanan sama sekali tidak bisa memproses dan menindaklanjuti tanpa adanya laporan dari presiden dan wakilnya. “Ini yang Pemerintah & DPR yakini bahwa dengan mengubah sifat delik tersebut maka tidak menabrak putusan MK dimaksud. PPP bisa menerima jalan tengah dengan mengubah sifat delik menjadi aduan tersebut," tambahnya. (AAS) #Arsul Sani

Topik:

Komisi III DPR RI Arsul Sani Pasal Penghinaan Presiden RKUHP