Ketua Departemen HTN UGM Sebut Pembuatan UU IKN Ugal-ugalan

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 22 Mei 2022 20:21 WIB
Jakarta, MI - Ketua Departemen Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar menyatakan bahwa Undang-undang Ibu Kota Negara (UU IKN) memiliki tiga kecacatan. Salah satunya kata dia, cacat moralitas konstitusional. "Melihat fakta hukum yang ada bahwa proses pembentukan UU IKN yang dilakukan secara cepat (fast track), yang mana proses pembentukannya dilakukan secara tergesa-gesa atau ugal-ugalan telah banyak melanggar aspek prosedural (by pass law-making procedures) dan/atau dilakukan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi perwakilan dan demokrasi partisipasi," kata Zainal Hal itu disampaikan Zainal dalam keterangan ahli dalam sidang judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) sebagaimana tertuang dalam paper dari kuasa hukum pemohon, Minggu (22/5). Zainal memaparkan sejumlah poin kekurangan dan cacat dalam pembentukan UU IKN itu. "Proses legislasi seperti ini memenuhi kriteria sebagai praktik abuse of the legislation process. Dengan demikian, proses pembentukan UU IKN adalah inkonstitusional prosedural," cetus Zainal. Selain itu, Zainal menyatakan, melihat fakta hukum minimnya partisipasi publik dalam proses pembentukan UU IKN, sudah sebaiknya Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa para pembentuk undang-undang (DPR bersama pemerintah) telah melakukan pelanggaran konstitusional. Sebab, tidak menjalankan kewajiban konstitusionalnya untuk menfasilitasi dan/atau membuka ruang partisipasi publik secara luas dan secara khusus kepada masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap pemindahan Ibu Kota Negara. "Seperti halnya kasus pemindahan Ibu Kotamadya Matatiele di Afrika Selatan," ucap Zainal. Kesalahan UU IKN lainnya adalah proses pembentukan UU IKN (baik secara formal maupun material) telah melanggar prinsip nilai-nilai konstitusional dan moralitas konstitusional. "Baik yang sudah dirumuskan dalam konstitusi maupun nilai-nilai konstitusional yang hidup (living constitution)," ujar Zainal. Menurut Zainal, konstitusionalitas proses pembentukan undang-undang bukan hanya menyangkut persoalan prosedural (konstitusionalitas formil) dan substantif (konstitusional material) saja. Tetapi konstitusionalitas pembentukan suatu undang-undang dapat dilihat lebih dari perspektif tersebut, termasuk mencakup nilai-nilai konstitusional dan moralitas konstitusional yang tersirat di dalam konstitusi (UUD 1945). "Pendekatan nilai-nilai konstitusional dan moralitas konstitusional haruslah digali dengan berbagai pendekatan teori-teori dalam bidang ilmu hukum, khususnya hukum tata negara," beber Zainal. Pendekatan ini dapat dijadikan dasar penilaian untuk menilai apakah undang-undang tersebut konstitusional atau inkonstitusional. "Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi sebagai pengawas dan pelindung konstitusi (konstitusionalitas), dapat melakukan penegakan supremasi hukum melalui proses pengujian konstitusionalitas dengan pendekatan nilai-nilai konstitusional dan moralitas konstitusional untuk menilai konstitusionalitas suatu undang-undang," terang Zainal. Sebagaimana diketahui, judicial review diajukan oleh Poros Nasional Kedaulatan Rakyat (PNKR). Selain itu, judicial review ini juga diajukan oleh banyak kalangan dan kelompok masyarakat. Dari sopir angkot, guru, pensiunan BUMN, Jenderal TNI (Purn), tokoh agamawan, hingga profesor. (La Aswan)

Topik:

IKN