Kasus Korupsi Pengadaan Tower Transmisi di PLN 2016 Naik ke Tahap Penyidikan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 25 Juli 2022 20:15 WIB
Jakarta, MI - Kasus dugaan korupsi yang terjadi di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yakni proyek pengadaan Tower Transmisi tahun 2016 yang diduga merugikan keuangan negara saat ini telah resmi naik ke tahap penyidikan. Hal itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Nomor Print-39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022. “Setelah pada tahap penyelidikan ditemukan peristiwa pidana dugaan korupsi dengan adanya fakta-fakta perbuatan melawan hukum atau penyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan,” kata Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (25/7). Selain itu, Tim jaksa penyidik berdasarkan surat perintah penyidikan juga telah melakukan penggeledahan di tiga tempat yaitu kantor PT. Bukaka, rumah dan apartemen pribadi milik SH. “Dalam penggeledahan tim jaksa penyidik menemukan dan menyita dokumen dan barang elektronik terkait dugaan korupsi pengadaan tower transmisi di PT PLN,” ungkapnya. Sementara itu Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan bahwa dalam tahap penyelidikan ditemukan fakta-fakta hukum antara lain dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahu 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. “Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016. Namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat," tuturnya. PT PLN, kata Ketut, dalam proses pengadaan itu selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO. Sehingga, jelas dia, hal itu dapat mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli PT Bukaka. "Karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO,” jelasnya. Kemudian, PT Bukaka dan 13 Penyedia Tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO juga telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30 persen. Pada periode November 2017 hingga Mei 2018, lanjut Ketut, penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut memaksa PT PLN melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama satu tahun. Kemudian, katanya, PT PLN dan Penyedia Tower melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9.085 tower menjadi kurang lebih 10.000 set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019. “Dengan alasan pekerjaan belum selesai dan ditemukan fakta hukum tambahan alokasi sebanyak 3000 set tower di luar kontrak dan addendum,” pungkasnya. Sebagai informasi, terkait kasus ini, tim Jaksa Penyidik akan memeriksa 12 saksi sampai satu minggu ke depan. [Ode]

Topik:

Kejagung PLN Korupsi Tower Transmisi