Prof Romli Soal Kasus Formula E: Biar Jelas, Naikan ke Penyidikan, Singkirkan Bekas Anak Buah BW dan Samad!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Oktober 2022 17:42 WIB
Jakarta, MI - Perhelatan Formula E yang beberapa waktu lalu digelar di Jakarta ternyata juga cukup mendapatkan perhatian banyak pihak yakni adanya dugaan tindak pidana korupsi yang saat ini tengah diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun demikian, dalam kasus ini juga, diduga ada proses politik yang dilakukan oleh KPK sehingga menimbulkan pro-kontra baik dimasyarakat maupun di internal KPK itu sendiri. Pakar Hukum Prof Romli Atmasasmita menuturkan, bahwa fakta hasil pemeriksaan KPK, baik berupa saksi dan dokumen sudah sangat jelas mengarah pada peristiwa pidana. Secara Objektif, Prof Romli hanya berbicara umum saja, karena ini materi penyelidikan KPK, bahwa setiap orang yang diduga melanggar hukum pidana, diduga dengan tindak pidana dipastikan itu harus didasarkan fakta opini-opini yang tidak memiliki arti dalam hukum. "Makanya dari itu, yang idealnya adalah KPK mempercepat penyelidikan, tinggal satu kok KPK, yang kurang kerugian keuangan negara semuanya sudah ada kok, sudah lengkap, kalau bicara perkara ini tinggal dipinggir jurang, didorong aja jatuh," jelas Prof Romli dalam Webinar Kajian Hukum Forum Diskusi Wartawan Metropolitan "Formula E: Membongkar Pengadilan Opini, Membedah Fakta Pidana, Kamis (13/10). Meski KPK lambat mengusut kasus ini, namun Prof Romli, menekankan agar kasus ini dinaikkan ke tahap penyidikan agar statusnya lebih jelas. "Mohon maaf aja nih, harus lebih cepat KPK mengumumkan naik ke sidik lebih baik, itu lebih jelas kalau naik sidikkan statusnya lebih jelas, kalau lidik belum jelas," tegasnya. Namun demikian, Prof Romli mengakui terdapat kesulitan di lembaga antirasuah itu dalam mengusut kasus dugaan korupsi Formula E itu karena ada pihak-pihak tertentu yang berusaha menghalang-halangi. "Yang tampaknya kesulitan, ini masalah didalam KPK ini, saya beritahu saja, ada penyelidik-penyelidik KPK yang juga bekas mantan anak buah Abraham Samad dan Bambang Widjojanto," ungkapnya. "Apa mungkin nggak, yang koran tempo beberkan itu hasil kongkalikong mereka -mereka dengan BW dan Samad, BW kemarin bilang "bisik-bisik" nggak lah. Bukan bisik bisik terang-terangan pasti, ada permintaan," sambungnya. Untuk itu, Prof Romli meminta KPK agar menyingkirkan mereka. "Jadi itu masalah di KPK itu, terus terang aja saya buka. Makanya saya lebih cenderung agar KPK ini menyingkirkan semua mantan-mantan yang lama disitu kan menjadi turi, terus terang saja," ungkapnya. Untuk itu, Prof Romli kembali menegaskan bahwa singganya kasus dugaan korupsi Formula E ini telah memenuhi perbuatan melawan hukum (PMH). "Sudah jelas, kalau dia pejabat penyalahgunaan wewenang jelas, tinggal pilih KPK, mau pakai pasal 2 atau pasal 3. Kalau dia pejabat negara yang dipakai ya pasal 3, adapun yang teman-temannya, yang aleh-aleh yang Jakpro dan sebagainya ya pasal 2, bisa korporasinya," ungkapnya. Karena, menurut dia, bukan masalah Anies Baswedan yang terima uang (gratifikasi), tetapi kalau masalah kerugian negara yang akan dicari dan ketemu bukan pasal masalah suap tapi Tipikor pasal 2 atau 3. Selain itu, Guru Besar Hukum dari Universitas Padjadjaran ini mengatakan, kalau dirinya juga melihat adanya kejanggalan dalam laporan Inspektorat Pemda DKI yang berbeda dengan kronologis yang dibuat oleh KPK berdasarkan keterangan sejumlah saksi. "Laporan inspektorat Pemda DKI soal Formula E saya terima kemarin, menutup-nutupi, inspektorat juga itu juga ga benar, menutup-nutupi temuan, atau jangan jangan dia ga ngerti lagi kasus nya. Saya sudah baca laporan inspektorat di saya bandingkan dengan kronologis dari KPK banyak yang ga masuk," jelasnya. Di dalam hukum, Romli menyatakan bahwa setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana harus didasari dengan fakta. Bukan opini atau katanya-katanya alias testomonium de auditum. “Dan saya yakin yang di luar ini banyak yang tidak tahu faktanya,” demikian Romli. Diketahui, dalam diskusi yang digelar Forum Wartawan Metropolitan ini, selain Prof Romli Atmasasmita juga menghadirkan Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara, Petrus Salestinus, Guru Besar Hukum Universitas Pancasila, Profesor Agus Surono dan Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto. (Aan)