Hotman Paris Ungkap Kedekatannya dengan Teddy Minahasa, Berawal dari Kopi Jhoni

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 23 Oktober 2022 20:37 WIB
Jakarta, MI - Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea mengaku telah menerima permintaan keluarga Irjen Teddy Minahasa untuk menjadi kuasa hukumnya lantaran dirinya sangat dekat dengan jendral bintang dua itu. Ia menjelaskan, bahwa kedekatannya dengan mantan Kapolda Sumatera Barat itu, saat Teddy menjabat Karo Paminal Divisi Propam Mabes Polri. Saat itu, kata dia, Teddy banyak membantu kasus kasus pengaduan rakyat di kopi Jhoni rakyat kecil. "Sebelum Corona saya memang sudah dekat dengan beliau, terlebih saat dirinya menjabat Karo Paminal Kadivpropam Mabes Polri. Jadi dari lima tahun lalu di Kopi Jhoni dia banyak membantu kasus kasus yang ada di Kopi Jhoni yang semuanya adalah gratisan atau cuma cuma," katanya saat ditemui wartawan, Minggu (23/10). Menurut Hotman, kedekatannya dengan Teddy tidak ada hubungannya dengan bisnis, akan tetapi Teddy Minahasa banyak membantu permasalahan rakyat kecil yang dilaporkan ke tempat Kopi Jhoni. Diketahui, Hotman Paris Hutapea resmi menggantikan Henry Yosodiningrat sebagai kuasa hukum Irjen Teddy Minahasa (TM) di kasus narkoba. Henry dikabarkan mengundurkan diri sebagai kuasa hukum Teddy juga telah dibenarkan oleh anggota firma hukum sekaligus anak Henry Yosodiningrat, yakni Ragahdo Yosodiningrat, Kata dia, ayahnya memang telah mundur sebagai kuasa hukum Teddy Minahasa sejak dua hari lalu atau Jumat (21/10). Namun, Ragahdo tidak menjelaskan alasan ayahnya mundur. “Pak Henry sudah mundur jadi pengacara TM sejak kurang lebih 2 hari lalu,” kata Ragahdo Yosodiningrat, Minggu (23/10). Seperti diketahui, dalam kasus ini Polisi telah menetapkan Irjen Teddy Minahasa sebagai tersangka kasus narkoba. Teddy pun membantah tuduhan sebagai pengedar narkoba. Pengacara Teddy Minahasa sebelumnya, Henry Yosodiningrat, mengatakan Teddy Minahasa tahu soal penyisihan 1 persen dari total 41,4 persen barang bukti Polres Bukittinggi. Namun Teddy mengklaim penyisihan barang bukti itu untuk keperluan operasi narkoba dengan teknik undercover control delivery. Henry Yosodiningrat mengatakan Teddy Minahasa sebelumnya menyebut penyisihan barang bukti itu hendak digunakan untuk menjebak Linda melalui teknik undercover. “Penggunaan untuk barbuk yang disisihkan itu antara lain bisa untuk teknik undercover, untuk operasi-operasi selanjutnya, bukan untuk dijual. Nah, ini kenapa dijual? Kaitannya dengan upaya untuk menjebak si Linda,” tutur Henry, Selasa (18/10). Menurut Henry, AKBP Doddy Prawiranegara, yang saat itu menjabat Kapolres Bukittinggi, tidak menjalankan operasi undercover sesuai prosedur dan keluar dari perintah Teddy Minahasa sebagai Kapolda Sumatera Barat saat itu. AKBP Doddy Prawiranegara disebutnya diam-diam bertransaksi dan menjual barang bukti itu di Jakarta. “Nah, (harusnya) masuknya di wilayah hukum Polda Sumbar, dong. Ternyata, tanpa setahu dia, si kapolres itu malah di Jakarta. Lho dari situ, ‘lho kok dia ke Jakarta, ini kan di luar wilayah hukum saya, bikin kita tidak bisa berbuat apa-apa’,” beber Henry. Dalam kasus ini, total ada 11 tersangka, lima tersangka adalah anggota aktif Polri, yakni Irjen Pol Teddy Minahasa, AKBP D yang merupakan mantan Kapolres Bukittinggi, Kapolsek Kalibaru Kompol KS , personel Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Metro Jakarta Barat Aiptu J, dan personel Polsek Kalibaru Aipda A. Sedangkan enam tersangka lainnya merupakan warga sipil yang masing-masing berinisial HE, AR, L, A, AW, dan DG. Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 114 Ayat 3 sub Pasal 112 Ayat 2 Jo Pasal 132 Ayat 1 Jo Pasal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman maksimal hukuman mati atau minimal 20 tahun.