Ferdy Sambo Ngaku Panik Usai Melihat Brigadir J Tewas Hingga Telepon Beberapa Anggota Polri

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 17 Desember 2022 11:58 WIB
Jakarta, MI - Terdakwa Ferdy Sambo mengaku panik usai melihat Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau brigadir J tewas. Sambo pun mengaku menelepon beberapa anggota Polri dan menceritakan skenario tembak menembak. Hal itu disampaikan Ferdy Sambo saat menjadi saksi dalam sidang obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J, dengan terdakwa Irfan Widyanto di PN Jakarta Selatan, Jumat (16/12). Saat itu, Sambo mengaku panik usai Brigadir J ditembak oleh Bharada E. Sehingga, ia kemudian merancang skenario tembak-menembak dengan menembakkan peluru ke arah dinding. Hal itu dilakukan guna melancarkan skenarionya, seolah-olah terjadi peristiwa tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E. Setelah itu, Sambo mengaku memerintahkan driver untuk memanggil ambulans. Kemudian ia membawa istrinya, Putri Chandrawati dari rumah di Jalan Duren Tiga menuju rumah di Jalan Saguling. Sambo kemudian menghubungi Benny Ali yang saat itu menjabat sebagai Karo Provos Propam Polri. Ia meminta agar Benny segera datang ke rumah dinasnya. "Dari cerita cepat yang saya bangun itu, setelah istri saya berangkat ke Saguling, saya kemudian menelepon Karo Provos yang mulia, karena cerita yang tidak benar itu kan saya sudah buat ini tembak menembak antaranggota. Saya hubungilah Karo Provos, 'Bang tolong rumah saya ada peristiwa tembak menembak'," kata Ferdy Sambo. Setelah itu, Sambo mengaku menghubungi Hendra Kurniawan yang kala itu menjabat Karopaminal Propam Polri. Ia juga meminta agar Hendra segera datang ke rumahnya lantaran telah terjadi peristiwa tembak menembak. "Setelah itu, karena ini juga menyangkut anggota Polri, saya menghubungi Karo Paminal 'Dek tolong kamu ke Duren Tiga, ini ada ajudan tembak menembak'," ujar Sambo. Tak hanya itu, Sambo juga mengaku menghubungi Kasubdit III Dittipidum Bareskrim Polri Kombes John. Namun, John saat itu sedang berada di Medan, Sumatera Utara, mengarahkan Sambo memanggil Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim AKBP Ari Cahya Nugraha alias Acay. Sambo lalu meminta ajudannya untuk menghubungi Polres Jakarta Selatan agar segera dilakukan olah TKP. Ajudannya itu lantas memanggil AKBP Ridwan Soplanit, yang saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Jaksel. "Kemudian kami tunggulah akhirnya Kasat Reskrim datang ke dalam, Ridwan Soplanit. Kemudian saya antar ke dalam, saya sampaikan cerita tidak benar tadi, Yang Mulia. Bahwa ada tembak menembak, ada teriakan istri saya, kemudian terjadi tembak menembak, demikian," kata Sambo. Ferdy Sambo mengatakan Ridwan memanggil anggotanya untuk melakukan olah TKP. Tak lama setelah itu ambulans yang hendak membawa jenazah Brigadir J ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur pun tiba. "Sebelum, ambulans itu terakhir. Setelah tim olah TKP datang, dari Provos juga datang, ada Kombes Susanto dan ada anggotanya, kemudian tim olah TKP masuklah ke TKP untuk melakukan olah TKP," kata Ferdy Sambo. Dalam kasus ini, Irfan Widyanto didakwa telah melakukan obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Arif Rachman Arifin. Atas perbuatannya itu, Irfan didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan Pasal 48 juncto Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 233 KUHP dan Pasal 221 ayat 1 ke-2 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.