Kejagung Periksa Pengurus Proyek Japek Elevated PT Waskita Karya

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 2 Januari 2023 17:28 WIB
Jakarta, MI - Kejaksaan Agung  (Kejagung) terus memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya (persero) Tbk. dan PT Waskita Beton Precast, Tbk. dengan memeriksa sejumlah saksi-saksi. Kali ini, Kejagung memeriksa petinggi  PT Waskita Karya lagi, yakni; AM selaku SAM Proyek Becak Ayu Koneksi PT Waskita Karya (persero) Tbk, M selaku SCRAM Proyek Japek Elevated PT Waskita Karya (persero) Tbk dan FR selaku Project Manager Proyek Japek Elevated PT Waskita Karya (persero) Tbk. "Adapun ketiga orang saksi diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya (persero) Tbk. dan PT Waskita Beton Precast, Tbk. atas nama Tersangka BR," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana dalam keterangannya, Senin (2/1). Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan dan melakukan penahanan terhadap 3 orang tersangka baru terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya (persero) Tbk (WSKT) dan PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP). Adapun 3 orang tersangka tersebut diantaranya, inisial Taufik Hendra Kusuma (THK) selaku Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Waskita Karya (persero) Tbk periode Juli 2020 - Juli 2022, Haris Gunawan (HG) selaku Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Waskita Karya (persero) Tbk periode Mei 2018 - Juni 2020, dan Nizam Mustafa (NF) selaku Komisaris Utama PT Pinnacle Optima Karya. Ketiga tersangka tersebut telah malang melintangi menduduki jabatan strategi di perusahaan ternama. Diketahui, THK pernah menjabat sebagai Direktur di Waskita, dia kini menjadi Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko AirNav Indonesia. Saat ini THK telah dinon-aktifkan sementara dari jabatannya di AirNav. Kebijakan itu berlaku sampai ada keputusan dari Kejaksaan Agung. Ia menjabat sebagai Direktur Keuangan dan Manajeman Risiko Airnav Indonesia sejak 31 Agustus 2022. Karir Taufik dimulai di bidang keuangan dan manajemen sejak 1997. Saat itu dia menjabat sebagai auditor di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan hingga tahun 2005. Kemudian, Taufik menjadi Direktur dan Senior Management di grup usaha Radiant Group (investasi, perminyakan, rumah sakit dan EPC) periode 2005-2014. Selanjutnya, Ia menjabat sebagai direktur anak perusahaan BUMN di PT Hutama Karya selama tiga tahun alias sejak 2014 hingga 2017. Selanjutnya, Ia menjabat sebagai Direktur dan Group Head di grup usaha Ooredoo Group/PT Indosat Tbk periode 2017-2020. Hingga akhirnya berlanjut di PT Waskita Karya dengan menjabat sebagai Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko periode 2020-2022, sebelum akhirnya hijrah ke Airnav Indonesia. Untuk HG Berkarier di PT Waskita Karya (Persero) Tbk sejak 1993, dan sejak tahun 2010 menjabat sebagai General Manager Keuangan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (2010-2013),Sekretaris Perusahaan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (2013-2014), dan Direktur Keuangan PT Waskita Beton Precast Tbk (2014-2015). Kemudian bergabung dengan PT Adhi Karya (Persero) Tbk sebagai Direktur Keuangan (2015-2018), sekaligus dipercaya sebagai Komisaris Utama PT Adhi Persada Gedung (2015-2018) dan Komisaris PT Adhi Persada Beton (2016-2018). Di tahun 2018 kembali bergabung dengan kelompok usaha Waskita sebagai Direktur Keuangan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (2018-sekarang). Bahkan, Ia juga merangkap jabatan sebagai Direktur Keuangan PT Waskita Karya (Persero) Tbk sejak tahun 2018. Sementara itu, NM sebagai pemilik perusahaan yang menggunakan perusahaannya untuk menampung dana-dana pencairan SCF dengan cover pekerja fiktif yang selanjutnya dikeluarkan secara tunai kepada oknum PT Waskita Karya. Adapun peranan para tersangka, yaitu, HG dan THK telah secara melawan hukum bersama-sama dengan BR (yang telah ditahan sebelumnya) menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) dengan dokumen pendukung palsu, dimana guna menutupi perbuatannya tersebut, dana hasil pencairan SCF seolah-olah dipergunakan untuk pembayaran hutang vendor yang belakangan diketahui fiktif. Sementara tersangka NM telah secara melawan hukum menampung aliran dana hasil pencairan SCF dengan cover pekerjaan fiktif dan selanjutnya menarik secara tunai. Ketut mengatakan perbuatan para tersangka, mengakibatkan kerugian keuangan negara. Tersangka HG, THK, dan NM disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.