Korupsi Tower Transmisi, Kejagung Periksa Direktur PT Bangun Prima Semesta dan Pejabat PLN

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 18 Januari 2023 16:43 WIB
Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jam-Pidsus) memeriksa JRP selaku Direktur PT Bangun Prima Semesta dan BHN selaku General Manager UIP PT PLN Nusra periode 2014 terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi atau dugaan tindak pidana kolusi dan nepotisme dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN (persero). "Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi atau dugaan tindak pidana kolusi dan nepotisme dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN (persero)," jelas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana, kepada wartawan, Rabu (18/1). "Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan antara lain dengan menerapkan 3M," sambungnya. Sebelumnya, Kejagung telah melakukan penyelidikan dan ditemukan peristiwa pidana terhadap dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower 2016 pada PT PLN, yaitu adanya fakta-fakta, perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. Berdasarkan surat perintah penyidikan tersebut, penyidik telah melakukan serangkaian tindakan penyidikan berupa penggeledahan pada tiga titik lokasi yaitu PT. Bukaka, rumah dan apartemen pribadi milik SH. Penyidik pun telah memperoleh barang bukti dokumen dan barang elektronik terkait dugaan tindak pidana dalam kasus tersebut. Perkara dugaan korupsi tower PLN (Persero) pada tahun 2016 ini memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran sejumlah Rp 2,2 triliun lebih. Dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero) yang melibatkan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) serta 14 penyedia pengadaan tower itu, diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara. Adapun indikasi perbuatan pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi PLN ini, yakni dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat. Selanjutnya, PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO sehingga memengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO. (Wan)