KPK Siap Hadapi Praperadilan yang Diajukan Lukas Enembe

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 1 April 2023 13:06 WIB
Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan siap menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. Adapun gugatan Lukas terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka oleh KPK. "Tentu KPK siap hadapi praperadilan dimaksud. Kami hargai permohonan tersebut sebagai proses kontrol dalam penanganan perkara oleh KPK, terutama dalam aspek formil penyelesaian perkara dimaksud," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Sabtu (1/4). Ali memastikan tim KPK sudah memiliki alat bukti yang kuat sebelum menjerat Lukas sebagai tersangka. Ia menambahkan KPK yakin gugatan praperadilan dari Lukas itu nantinya akan ditolak oleh majelis hakim. "Kami sangat yakin dengan alat bukti yang kami miliki sebagaimana syarat ketentuan hukum yang berlaku. Syarat-syarat ketentuan formil dalam perkara ini pun telah kami patuhi, sehingga pada gilirannya nanti kami optimis permohonan gugatan praperadilan tersangka tersebut akan ditolak hakim," ungkap Ali. Diberitakan sebelumnya, Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Lukas menggugat penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi. Dilansir dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, Lukas mendaftarkan Praperadilan pada Rabu, 29 Maret 2023. Gugatan telah teregister dengan nomor perkara: 29/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL. “Pemohon: Lukas Enembe. Termohon: Komisi Pemberantasan Korupsi cq Pimpinan KPK,” sebagaimana dilansir dari laman SIPP PN Jaksel, Jumat (31/3). Adapun sidang perdana direncanakan digelar pada Senin (10/4) mendatang. Berikut petitum lengkap yang diajukan oleh Lukas. 1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka oleh termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat; 3. Menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka yang dilakukan oleh termohon dengan berdasar pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat; 4. Menyatakan Surat Penahanan Nomor: Sprin.Han/13/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 12 Januari 2023, Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor: Sprin.Han/13B.2023/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 20 Januari 2023, dan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 76/Tah.Pid.Sus/TPK/III/PN.Jkt.Pst tanggal 2 Maret 2023 yang dilaksanakan oleh termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam penetapan status tersangka terhadap pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B UU Tipikor adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penahanan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat dan harus dinyatakan tidak sah; 5. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka, penahanan, penahanan lanjutan dan penyidikan terhadap diri pemohon oleh termohon; 6. Memerintahkan termohon untuk mengeluarkan perintah penahanan dengan penempatan pemohon pada Rumah/Rumah Sakit dan atau penahanan kota dengan segala akibat hukumnya; 7. Menetapkan dan memerintahkan pemohon untuk dikeluarkan dari tahanan. 8. Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. 9. Menetapkan biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo dibebankan pada negara. 10. Atau apabila hakim Yang Mulia berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono). Diketahui, KPK telah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua. Selain Lukas Enembe, KPK juga menetapkan Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka (RL) sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Lukas diduga menerima suap Rp1 miliar dari Rijatono Lakka terkait pengadaan proyek infrastruktur di Dinas PUTR Pemprov Papua. Lukas juga diduga menerima gratifikasi Rp10 miliar. Namun, KPK belum mengungkap pihak-pihak pemberi gratifikasi tersebut.