Skandal PLN Kontras Dibandingkan Kasus BTS Kominfo

Akbar Budi Prasetia
Akbar Budi Prasetia
Diperbarui 27 April 2023 22:38 WIB
Jakarta, MI - Jaksa Agung ST. Burhanuddin merilis langsung Sprindik Skandal PLN setahun lalu, tepatnya Senin (25/7/2022). Pengumuman Sprindik Skandal PLN itu digelar di Gedung Menara Kartika Adhyaksa, Kejaksaan Agung RI. Sampai bulan kesembilan sejak Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) diterbitkan, 14 Juli bernomor: Print-39/F.2/Fd.2/07/ 2022 belum seorang pun ditetapkan tersangka dan juga dicegah bepergian ke luar negeri. Kegiatan penyidikan terakhir itu, Kejaksaan Agung memeriksa Direktur PT. Ondo Usahatama Bersama inisial HJJ, Senin (16/1). Awal tahun 2023 perkara berkembang kepada dugaan Kolusi dan Nepotisme selain dugaan tindak pidana korupsi. Kinerja yang menjanjikan dari Tim Satgasus TPK alias Gedung Bundar, Kejagung. Kita patut dan sangat mengapresiasi. Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kuntadi sempat meminta Jakartanews. Id., untuk bersabar dan tunggu saat dua kali dikonfirmasi tentang perkembangan perkara kegiatan pengadaan tower transmisi sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran pekerjaan Rp 2, 251 triliun. KONTRAS Penanganan perkara satu ini kontras dibanding Skandal Jiwasraya, Asabri dan terakhir Skandal Surveyor dan Skandal BTS 4G. Dua perkara terakhir, disidik akhir Oktober masuk bulan kedua sudah diikuti penetapan tersangka. Bahkan, tiga tersangka Skandal Surveyor sudah dilimpahkan ke pengadilan. Sementara, Skandal BTS 4G sudah menetapkan lima tersangka Tipikor dan 2 tersangka TPPU serta rilis ke publik 25 orang dicegah bepergian ke luar negeri. Entah, kendala apa yang terjadi dalam penanganan perkara ini sehingga berlarut dan tanpa ada kejelasan, seperti perkara Dana Hibah KONI Pusat. Memang, tidak ada kewajiban untuk merilis perkara sudah dihentikan atas dasar perkara belum cukup bukti. Terkecuali, penghentian penyidikan perkara Pelindo II terkait perpanjangan sewa JICT yang dirilis Direktur Penyidikan (saat itu) Dr. Supardi. Namun, saya masih berkeyakinan perkara ini akan terus berlanjut mengingat sejumlah perkara lebih besar dapat dituntaskan, seperti Perkara Asabri yang menjadikan dua Jenderal Bintang Dua dan Tiga menjadi tersangka hingga dapat dibuktikan di pengadilan. Kini, perkara BTS 4G Kejagung memeriksa Menkominfo Johnny G. Plate sampai dua kali. Johnny adalah Kader Nasdem pimpinan Surya Paloh. Waktu akan menjawabnya. MENJANJIKAN Perkara ini sempat menjanjikan di awal penyidikan dengan langsung menggeledah Kantor PT. Bukaka Teknik Utama, Rumah dan Apartemen Pribadi SH (diduga Saptiastuti Hapsari ? Red) dalam kapasitas Ketua Aspatindo juga Direktur Operasional PT. Bukaka dan diperoleh dokumen dan barang elektronik terkait proyek PLN tersebut. Puluhan saksi diperiksa, mulai Jajaran PT. PLN era Dirut Sofyan Basir (2014- 2019) dan 9 Pabrikan Tower serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ikut diperiksa meski sempat diwarai gugatan praperadilan di PN. Jakarta Selatan. Namun, sampai kini Saptiastuti Hapsari dan Sofyan Basir serta 5 Pabrikan Tower belum diperiksa sama sekali. Salah satu 5 Pabrikan Tower, yakni PT. Duta Hita Jaya justru diperiksa dalam Skandal Impor Garam. Empat Pabrikan Tower lain, adalah PT. Citramas Teknikmandiri, PT. Dutacipta Pakar Perkasa,PT. Twink Indonesia dan PT. Duta Hita Jaya. Pabrikan yang telah diperiksa, adalah NS (PT. Wika Industri & Konstruksi), Kamis (10/11) usai pemeriksaan Dirut-nya Dwi Johardian, Kamis (3/11). Lalu, PT. Karya Logam Agung (KLA) berinisial H, Rabu (9/11) setelah diperiksa pertama kali, Jumat (4/11). Bahkan, Dirut PT. KLA juga berinisial H telah diperiksa, Rabu (2/11). Pabrikan lain, adalah Dirut PT. Bukaka Teknik Utama Irsal Kamarudin bersama tiga anak buahnya, Jumat (28/10). Lalu, Dirut PT. Berca Karunia Indonesia Erick Purwanto, milik Murdaya Poo dan Siti Hartati Tjakra, Rabu (19/10) Serta, Direktur PT. Gunung Steel Construction (GSG) Abednedju Giovano Warani Sangkaeng, Senin (24/10). Pemeriksaan pertama terhadap AGWS, Selasa (18/10). Jajaran Direksi PLN yang sudah diperiksa, antara lain Amir Rosidin (Direktur Bisnis Regional Sumatera 2015- 2017), Senin (8/8). Lalu, Selasa (2/8) Nasri Sebayang (Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Barat), Supangkat Iwan Santoso (Direktur Penggadaan 2015 – 2019). Kemudian, SS (Eks Kadiv Konstruksi Regional Jawa Bagian Barat pada Dit. bisnis Regional Jawa Bagian Barat 2015-2016) dan Machnizon Masri (Direktur Bisnis Regional Sulawesi), Senin (1/8) SYARAT PMH Di Lobi Gedung Menara Kartika Adhyaksa, Burhanuddin mengatakan dari hasil penyelidikan ditemukan dugaan penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan. “Tim berpendapat telah terjadi peristiwa pidana dan sepakat meningkatkan ke penyidikan (14/7),” katanya. Dugaan penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan itu, seperti dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat. Lalu, menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. “Padahal, seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016, namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat,” bebernya. Intinya, perkara ini syarat dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Kapuspenkum Dr. Ketut Sumedana menambahkan perkara berawal, 2016 PT. PLN memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran pekerjaan Rp 2, 251 triliun. Dalam pelaksanaan,PLN dan Aspatindo serta 14 Penyedia Pengadaan Tower pada, 2016 telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan tower transmisi PT. PLN berakibat kerugian keuangan negara. Ditambahkan, dugaan terjadinya tindak pidana, karena PLN selalu akomodir permintaan dari Aspatindo. Perbuatan tersebut, mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT. Bukaka. “Karena Direktur Operasional PT. Bukaka merangkap sebagai Ketua Aspatindo, ” ungkap Ketut. Perusahaan Bukaka dan 13 Penyedia Tower lainnya yang tergabung dalam Aspatindo telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30%. Tanpa legal standing, pada periode November 2017- Mei 2018 penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower. “Akibat tindakan sepihak tersebut memaksa PT. PLN (persero) melakukan addendum pekerjaan pada Mei 2018, berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.” Addendum kedua antara PLN dan Penyedia dilakukan untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi ±10.000 set tower. Serta, perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, karena dengan alasan pekerjaan belum selesai. “Ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3000 set tower di luar kontrak dan addendum,” tandasnya. (WAN)   #Skandal PLN #Kasus BTS Kominfo