MK Kabulkan Gugatan Nurul Ghufron, Fahri Hamzah Singgung Masa Jabatan Presiden

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 26 Mei 2023 01:26 WIB
Jakarta, MI - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari semula 4 tahun menjadi 5 tahun. Menanggapi hal ini, mantan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyatakan Putusan MK tersebut sangat terkait dengan perubahan undang undang KPK yang menegaskan bahwa KPK dalam pelaksanaan tugasnya berada di ranah eksekutif. Hal ini diatur didalam ketentuan Pasal 3 pada Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa "Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun." Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gelora ini, penegasan ini memang diperlukan agar koordinasi kerja kelembagaan dapat disesuaikan dengan tahapan-tahapan yang ada pada cabang kekuasaan eksekutif negara yang dipimpin oleh presiden republik Indonesia yang juga memiliki masa jabatan lima tahun. "Kita tahu bahwa setelah presiden dilantik yang kepadanya mendapatkan tugas untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang diatur melalui operasionalnya melalui rancangan anggaran RAPBN," ujar Fahri kepada wartawan, Jum'at (26/5). Dengan demikian, tambah Fahri, maka seluruh lembaga dalam cabang kekuasaan eksekutif perlu menyesuailan diri agar sinergi dan orkestrasi penyelenggaraan negara. "Termasuk pemberantasan korupsi di dalamnya berada dalam satu irama yang terencana," tandasnya. Sebelumnya, Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dari sebelumnya empat tahun kini masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun. Putusan ini mengabulkan gugatan yang dilayangkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Dia menggugat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 khususnya Pasal 29 e dan Pasal 34 terhadap Pasal 28 D ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan Pasal 28 I ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor 112/PUU-XX/2022. MK menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang semula berbunyi, ‘Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama empat tahun’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian, pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. "Sepanjang tidak dimaknai, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan ketetapan dan putusan, Kamis (25/5). (LA)