Apa Peran Eks Petinggi Antam Ini yang Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Korupsi Komoditi Emas?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 26 Juni 2023 16:55 WIB
Jakarta, MI - Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) mendalami peran mantan dan pegawai PT Antam terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 sampai dengan 2022. “WH selaku Manufacturing Manager PT Antam, Tbk. periode 2010-2013, ASM selaku Manufacturing Manager PT Antam, Tbk. periode 2022-2023 dan S selaku Manufacturing Bureau Head PT Antam, Tbk. periode 2013 s/d 2018 dan merangkap sebagai Control Manager 2010 dan Bussiness Development dan Engineering Manager periode 2011,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana, Senin (26/6). Selain tiga saksi itu, Kejagung juga memeriksa RM selaku Kepala DBS Mineral Batu Bara dan Lingkungan PT Surveyor Indonesia. Keempat orang saksi diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 s/d 2022 yang merugikan negara sekitar Rp 47,1 triliun itu. “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 sampai dengan 2022,” pungkas Ketut. Sebagai informasi, kasus ini naik penyidikan di Kejagung berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Prin-14/F.2/Fd.2/05/2023 tanggal 10 Mei 2023. Namun, Kejagung belum menjelaskan detail perkaranya. Kejagung hanya menyebut bahwa perkara yang sedang diusut terkait pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 sampai dengan 2022. Dalam penyidikan ini, penyidik mulai mencari bukti. Termasuk dengan menggeledah sejumlah lokasi di Jakarta dan sekitarnya yakni Pulo Gadung, Pondok Gede, Cinere, Pondok Aren. Selain itu, ada dua perusahaan di Surabaya yang digeledah penyidik, yakni PT UBS di Tambaksari dan PT IGS di Genteng. Dari hasil penggeledahan, diperoleh dan disita beberapa dokumen penting serta barang bukti elektronik yang diduga berkaitan dengan perkara dimaksud. Kerugian Negara Pada 14 Juni 2021 lalu, saat rapat kerja Komisi III DPR bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin terungkap, potensi kerugian negara dari manipulasi bea ekspor-impor emas tersebut mencapai Rp 47,1 triliun. Kemudian April 2023, saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD juga mengaku, adanya aliran tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 189 triliun di Dirjen Bea Cukai terkait dengan ekspor-impor emas batangan. Nilai tersebut terungkap bagian dari Rp 349 triliun dugaan TPPU yang terjadi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Namun, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menerangkan, kasus dugaan TPPU senilai Rp 189 triliun yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD di Komisi III hanya berbeda jangka waktu peristiwa pidananya, dari kasus yang penyelidikannya dilakukan tim di Jampidsus sejak 2021 tersebut. Akan tetapi, dikatakan dia, kasus itu saling beririsan. “Sampai saat ini, dugaan yang disampaikan oleh Pak Menko (Mahfud MD) itu, tempus-nya berbeda. Di kita itu 2010-2022 dan di sana, itu sejak tahun 2000-an dan itu lebih jauh tempus-nya,” ujar Febrie. (AL)