Korupsi Tambang Nikel Bikin Rugi Negara Rp 5,7 Triliun, Windu Ajie Bekingan Siapa?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 25 Juli 2023 16:06 WIB
Jakarta, MI - Kasus dugaan korupsi pertambangan nikel ilegal di Mandiodo, Sulawesi Tenggara, memasuki babak baru. Kasus korupsi, tepatnya perampokan nikel, perusak kawasan hutan dan lingkungan hidup, kini menyeret pejabat negara di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Kasus ini merugikan negara sekitar Rp 5,7 triliun. Patut diduga, kasus korupsi dan perampokan nikel yang dilakukan Windu Ajie Sutanto, mantan relawan Jokowi pada pilpres 2014, mempunyai beking kuat di Kementerian terkait serta pejabat penegak hukum. "Kalau tidak, kasus perampokan tersebut tidak bisa berjalan “langgeng” sampai sekian lama, sehingga mengakibatkan kerugian negara sampai puluhan triliun rupiah," kata Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Selasa (25/7). Dua pejabat K-ESDM, SM dan EVT, sudah ditetapkan dan ditahan Kejaksaan Agung. Keduanya mempunyai peran sangat strategis dalam perampokan nikel ini, data geologi dan evaluator RKAB. SM adalah Kepala Geologi Kementerian ESDM dan Mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral. Sedangkan EVT adalah Evaluator Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) pada Kementerian ESDM. Hampir bersamaan dengan itu, Kejaksaan Agung mencopot Raimel Jesaja dari jabatan Direktur Ekonomi dan Keuangan di Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel), karena diduga menerima suap terkait kasus perampokan nikel ini. Selain itu, ada dua pejabat eselon III Asisten Tindak Pidana Khusus, beserta 1 orang Koordinator dan pegawai tata usaha dikenakan sanksi yang sama. Menurut ekonom itu, pencopotan jabatan pejabat Kejaksaan Agung, tentu saja, tidak cukup. Kejaksaan Agung harus menyeret semua oknum yang terlibat perampokan nikel tersebut agar dihukum seberat-beratnya. "Karena, selain merampok kekayaan negara, mereka turut merusak hutan dan lingkungan hidup, serta memiskinkan rakyat," lanjut Atnhony. [caption id="attachment_497728" align="alignnone" width="710"] Anthony Budiawan (Foto: Doc MI)[/caption] Kejagung, tambah Anthony, perlu selidiki lebih dalam, siapa yang menjadi beking Windu Ajie Sutanto. "Sehingga bisa kendalikan pejabat di K-ESDM, yang berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, serta Kejaksaan Agung," ungkap Anthony. Sementara dalam kasus korupsi BTS 4G, Windu Ajie Sutanto diduga berperan menjadi makelar kasus untuk mengurus perkara korupsi, dengan menerima aliran dana Rp75 miliar. Windu Ajie Sutanto mengaku dekat dengan Jendral Polisi Bintang Dua, yang dikatakannya dapat menghentikan perkara korupsi BTS 4G. Oleh karena itu, terkait perampokan nikel ini, Windu Ajie Sutanto, relawan Jokowi 2014, sangat mungkin sekali juga menjual pengaruh dan kedekatannya dengan kekuasaan. "Bisa jadi, Windu Ajie Sutanto mengaku sangat dekat dengan lingkungan istana untuk meredam Kejaksaan Agung, serta dekat dengan pejabat tinggi negara di Kemenko MarInves untuk kendalikan pejabat di K-ESDM. Atau bisa saja Windu Ajie Sutanto hanya pion saja," bebernya. Untuk itu, tegas Anrhony, Kejagung wajib usut tuntas siapa boss Windu Ajie Sutanto sesungguhnya. "Atau, bisa juga boss tersebut sekaligus berperan sebagai beking? Atau beking berperan sebagai boss? Rakyat berharap Kejaksaan Agung bekerja profesional, dan jangan bermain dengan hukum: jangan menpermainkan hukum," kuncinya. (Wan)